Kamis, 17 November 2011

fenomenologi husrell


Edmund Gustav Albrecht Husserl (1859-1938)
A.    Pendahuluan
Istilah fenomena sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun pertanyaanya, apakah hanya sebatas istilah saja tanpa mengetahui makna dari kata tersebut. Atau pun hanya sebatas pengertian empiris (pengalaman indera-indera kita). Perlu diketahui bahwa di sini pemakalah hanya membahas beberapa hal dari kehidupan Edmund Husserl. Dimulai dari biografi dan karya-karya kehidupannya. Selanjutnya, pemikiran yang terpenting dari tulisannya yang berupa fenomenologi. Terakhir relevasi fenomenologi terhadap fenomena saat ini.
Metode ini sangat penting di dalam filsafat, dan juga di dalma penelitian ilmu-ilmu sosial. Di dalam pemikiran Husserl, fenomenologi tidak hanya berhenti menjadi metode, tetapi juga mulai menjadi ontologi. Muridnya yang bernama Heideggerlah yang nantinya akan melanjutkan proyek itu. Pada bab ini saya mengacu pada tulisan David W. Smith tentang Husserl di dalam bukunya yang berjudul Husserl.[1]

1.      Riwayat Hidup dan Karya
Nama lengkap             : Edmund Gustav Albrecht Husserl
Lahir                             : April 8, 1859 ( Prostějov , Moravia )
Meninggal                    : April 28, 1938 (umur 79) ( Freiburg , Jerman)
Masa/era                      : Filsafat abad ke-20
Daerah                          : Filsafat Barat
Sekolah                       : Fenomenologi
Kepentingan Utama    : Epistemologi , Matematika
Gagasan penting          : Epoché , Alam sudut pandang, Noema , Noesis , Eidetic Pengurangan , Retensi dan protention , Fenomenologi
Karya-karyanya : inquiry into the Original of Our Ideas of Beauty and Virtue (1725); An Essay on the Nature and Conduct of The Passions and Affactions with Illustrations on the Moral Sense (1728).
Husserl lahir tahun 1859 di Prostějov ( Jerman : Prossnitz), sebuah kota di Bohemia Provinsi Moravia , yang kemudian di Kekaisaran Austria , setelah 1918 di Cekoslovakia , dan sejak tahun 1993 berubah menjadi Republik Ceko . Ia lahir dalam keluarga Yahudi, anak  kedua dari empat saudara (anak laki-laki, anak laki-laki, perempuan, anak laki-laki). Ayahnya adalah seorang pembuat topi wanita. Masa kanak-kanak-Nya dihabiskan di Prostějov, di mana ia juga menempuh sekolah dasar. Kemudian Husserl melakukan perjalanan ke Wina untuk belajar di Realgymnasiu yang kemudian di ikuti oleh Staatsgymnasium di Olomouc .
Di Universitas Leipzig 1876-1878, Husserl belajar matematika , fisika, dan astronomi. Di Leipzig dia juga terinspirasi oleh filsafat mata kuliah yang diberikan oleh Wilhelm Wundt , salah satu pendiri psikologi modern. Kemudian ia pindah ke Universitas Humboldt Berlin (yang kini disebut Friedrich William Universitas) pada tahun 1878 di mana ia melanjutkan studi matematika di bawah Leopold Kronecker. Pada tahun 1881 ia berangkat ke Universitas Wina untuk menyelesaikan studi matematika di bawah pengawasan Leo Königsberger (mantan mahasiswa Weierstrass). Di Wina pada tahun 1883 dia memperoleh gelar Ph.D. dengan pekerjaan Beiträge zur Variationsrechnung ("Kontribusi ke Kalkulus variasi"), yang menyangkut kalkulus diferensial . Teman: mengajar dan menulis dipengaruhi, antara lain Husserl Edith Stein , Romawi Ingarden , Jan Łukasiewicz , Kazimierz Ajdukiewicz , Martin Heidegger , Jean-Paul Sartre , Emmanuel Levinas , Maurice Merleau-Ponty , Hannah Arendt , Kurt Gödel , José Ortega y Gasset , Paul Ricoeur , Max Scheler , Jacques Derrida , dan John Paul II.
Setelah masa pensiunnya Hussrel terus bekerja keras untuk menyelesaikan sebuah fenomenologinya, antara lain sebuah karya yang terbesar darinya Die Krisis der europaische Wissenschaften und die transzendentale Phanomenologie (Krisis dalam ilmu pengetahuan di Eropa dan fenomenologi transcendental). Tetapi karya tersebut hanya sebagian saja yang diterbitkan. Pada akhir hidupnya ia mengalami kesulitan, karena keturunan dari Yahudi. Bahwa tidak dibolehkan lagi menginjak Universitas Freiburg, dan kewarganegaraan Jermannya dicabut. Begitu banyak para cendekiawan Yahudi yang mengungsi ke luar negeri, saat itu Hussrel mendapat tawaran untuk pergi ke Amerika dan ia menolak tawaran tersebut. Hingga kini ia masih menjadi warga negara Jerman begitu juga anak-anaknya yang meninggal di medan Perang Dunia I dan menjadi pahlawan nasional di Jerman. Sesudah hampir menderita satu tahun karena sakit, ia meninggal dunia di usia ke 79 tahun, di Freiburg tanggal 27 April 1938.[2]

B.     Pembahasan
1.      Fenomenologi
Menurut Smith fenomenologi Husserl adalah sebuah upaya untuk memahami kesadaran sebagaimana dialami dari sudut pandang orang pertama. Secara literal fenomenologi adalah studi tentang fenomena, atau tentang segala sesuatu yang tampak bagi kita di dalam pengalaman subyektif, atau tentang bagaimana kita mengalami segala sesuatu di sekitar kita.[3]
Fenomenologi berasal dari kata Yunani, phenomenon, yaitu sesuatu yang tampak yang terlihat karena berkecakupan. Dapat diartikan juga sebagai gejala. Jadi, fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau sesuatu yang menampakkan diri. Menurut Hussrel, inti dari pemikiran fenomenologinya adalah untuk menentukan pemikiran yang benar. [4] Kata fenomen atau gejala dapat diartikan sebagai penampakan. Kata fenomen ini juga dapat digunakan untuk mengugkapkan suatu peristiwa yang dapat diamati dengan indera. Fenomen ada didepan kesadaran, disajikan pada kesadaran. Fenomenologi akan mengadakan refleksi tentang pengalaman secara langsung sejauh tindakan secara intensional berhubungan dengan obyek.[5] Sehingga, tanpa menyadari kita sudah melakuakn praktek fenomenologi setiap saat. Seperti halnya kita merasakan sakit, dan memikirkan sesuatu. Dengan demikian fenomenologi merupakan upaya untuk memahami kesadaran seseorang dari sudut pandang subyektif yang terkait.
Menurut para filsuf fenomenologi fenomen adalah apa yang menampakkan diri dalam dirinya sendiri. Apa yang menampakkan diri seperti apa adanya, apa yang jelas di hadapan kita.[6] Sebelumnya kita sudah mengenal fenomen yang diutarakan oleh I. Kant dan G. W. F. Hegel, menurutnya kita menusia hanya mengenal fenomenon dan bukan nomenon. Kita hanya mengenal sebuah fenomen-fenomena dan bukan realitas itu sendiri (das Ding an sich). Tetapi untuk fenomen yang kita pelajari dari Hussrel ini mempunyai cirri khas, yaitu sebagai metode berpikir tertentu yang teliti secara khas. Sehingga memberikan dampak pengaruh sangat besar sekali di Eropa dan Amerika. Apalagi dampak ini juga mempengaruhi para filsuf eksistensialisme dengan metode pemikiran fenomenologinya.

2.      Pemikiran Folosofis Hussrel
Fenomenologi kini dikenal secara luas dan menjadi popular sekitar tahun 50-an. Fenomenologi merupakan suatu disiplin filosofis yang akan melukiskan segala bidang pengalaman manusia, tetapi ia sendiri memusatkan perhatian dan tenaganya pada pendasaran disiplin baru ini. Menurut Hussrel, prinsip segala prinsip adalah hanya intuisi langsung yang dapat dipakai sebagai kriterium terakhir di bidang filsafat.[7] Ia juga pernah mengatakan ein ewige Anfanger, seorang pemula abadi. Jika ia terbentur pada kesulitan baru, ia tidak membuang pemikiran sebelumnya, tetapi seluruh permasalahan diselidiki kembali secara mendalam. Itu sebabnya filsafat Hussrel sulit untuk diuraikan dengan pengertian yang singkat.
Fenomen itu diamati dan dipandang secara rohani dengan suatu intuisi oleh hussrel. Intuisi itu seluruhnya terarah pada obyek dan bersifat murni-toeritis. Intuisi merupakan pola berpikir yang tidak didasarkan pada penalaran atau suatu pola berpikir tertentu dan sering tercampur dengan perasaan. Tekanan yang berdampak pada intensionalitas mempunyai pengaruh yang bersifat membebaskan. Intensionalitas ini semakin ragu ketika menonjolkan kecenderungan fenomenologi untuk mendiskripsikan kesadaran sebagai sesuatu yang sadar.[8] Kesadaran yang terarah pada intensionalitas atau obyek dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari.
Kesadaran tidak pernah terjangkau secara langsung sebagaimana adanya, karena bukan merupakan kesadaran itu sendiri. Semua itu bersifat intensional begitu juga pemahaman, pembayangan serta penggambaran, semua terarah kepada sesuatu. Dengan pemahaman yang mendalam dan melakukan analisa maka kesadaran itu akan ditemukan. Dari gagasan yang mengenai intensionalitas ini membawa murid-murid hussrel menganut paham realisme. Bertentangan dengan gurunya yang berpaham idealisme. Hussrel beranggapan bahwa sesuatu yang hakiki berdasar kebulatan dan bersifat empirik yang dimiliki oleh fenomena. Kemudian ia menyadari bahwa azas yang diajarkan bertentangan dengan keadaan tersebut. Maka timbulah bahaya kesadaran menjadi kesadaran abstrak, yang tidak ada kaitannya dengan kesadaran kongkrit.
Kesadaran memiliki begitu banyak fenomena yang beragam. Maka fenomenologi mencatat semua fenomena itu, kemudian mengeksplorasinya melalui suatu metode khusus yang disebut metode fenomenologis. Dalam metode ini terbagi menjadi tiga fase:[9]

a.      Mengintuisi
Merupakan sebuah konsentrasi secara intens atau merenungkan fenomena. Manusia dalam hal ini merupakan makhluk yang bisa melihat fenomena-fenomena secara utuh dan kemudian meresapinya sesuai naluri.

b.      Menganalisis
Maksudnya adalah menemukan berbagai unsur atau bagian-bagian pokok dari fenomena atau pertaliannya. Artinya adalah manusia mampu mengidentifikasi fenomena-fenomena yang direnungkannya. Sehingga ditemukan sebuah korelasi antara setiap bagian fenomena itu hingga menjadi suatu hal yang utuh.

c.       Menjabarkan
Merupakan proses penguraian fenomena yang telah diintuisi dan dianalisis, sehingga fenomena itu bisa dipahami oleh orang lain. Persoalan penjabaran adalah bagaimana membuat orang memahami sebuah fenomena melalui kalimat yang kita deskripsikan kepada mereka.
Dalam mencari wesenserchauung (melihat hakekat secara hakiki) dengan memaknai teori reduksi (menempatkan dalam tanda kurung), Hussrel menyebutkan itu merupakan tujuan dari mempelajari fenomenologi.[10]

3.      Tiga Jenis Reduksi
Dalam usaha untuk melihat hakekat dengan intuisi, Hussrel memperkenalkan pendekatannya dengan reduksi atau penyaringan. Yang dimaksud reduksi dalam hal ini adalah penundaan segala pengetahuan yang ada tentang obyek sebelum mengamati sebuah intuisi. Istilah latin yang digunakan Hussrel adalah epoche, yang artinya segala penempatan sesuatu di antara dua kurung. Namun yang dimaksud, “melupakan pengertian tentang obyek untuk sementara dan berusaha melihat obyek secara langsung dengan intuisi tanpa bantuan pengertian yang ada sebelumnya”.[11] Ada tiga macam reduksi, reduksi fenomenologi, reduksi eidetis dan reduksi transcendental.[12]

a.      Reduksi  Fenomenologis
Didalam reduksi ini kita harus menyaring pengalaman-pengalamannya untuk mendapatkan fenomena dalam wujud murni dan utuh. Hal ini perlu dilakukan supaya fenomena yang diselidiki bisa masuk kedalam kesadaran , tanpa terlebih dulu di-judge oleh pengalaman. Apabila reduksi ini berhasil maka manusia dapat menemukan fenomena atau gejala yang sebenarnya. Manusia akan mengenal gejala tersebut dalam dirinya sendiri. Reduksi ini merupakan pembersihan diri dari segala subyektifitas yang dapat mengganggu perjalanan mencapai realitas.
b.      Reduksi Eidetis
Eidetic berasal dari akta eidios, yaitu inti sari. Merupakan tindakan pengurungan (penyaringan) segala hal yang bukan hakekat fenomena. Jadi disini bisa disebut sebagai penilikan realitas. Hakekat yang dicari dalam hal ini adalah struktur dasar yang meliputi isi fundamental dan semua sifat hakiki. Disinilah manusia bisa memengerti sesuatu dalam konteks hakikatnya. Umpamanya kalau manusia menyelidiki fenomena rumah, maka haru dilakukan penyaringan, mana yang merupakan inti sari rumah dan mana yang bukan.
c.       Reduksi Transendental
Reduksi ini melakukan penyaringan terhadap eksistensi dan segala sesuatu yang tiada hubungan timbal balik dengan kesadaran murni, agar dari obyek itu akhirnya orang sampai kepada apa yang ada pada subyek sendiri atau dengan kata lain metode fenomenologi diterapkan kepada subjeknya sendiri dan kepada perbuatannya, kepada kesadaran yang murni. Reduksi ini mengarah pada subyek dan mengenai hal-hal yang menampakkan diri dalam kesadaran. Kesadaran yang ditemukan berupa kesadaran yang bersifat murni atau transcendental, yaitu ada bagi diriku di dalam aktrus-aktrus. Dengan singkat dapat disebut sebagai subyektifitas atau “aku” transendental.

4.      Relevansi Zaman Sekarang
Akhir-akhir ini, banyak  sekali fenomena-fenomena yang kerap terjadi disekitar kita. Baik secara langsung (kita sadari) maupun yang tidak kita sadari. Fenomena-fenomena kini kerap diperbincangkan dalam media masa; salah satunya tentang “global warming”. Adapun fenomena yang baru saja kita alami yakni bencana alam. Khususnya di Indonesia kita dapat melihat fenomena-fenomena alam yang sering menimpa negeri kita yang tercinta ini. Fenomena alam yang tidak diketahui kapan dan apa yang menyebabkannya terjadi, antara lain misalnya saja; meluapnya lumpur Lapindo di Sidoarjo, gelombang Tsunami di Aceh, terror bom, banyaknya kasus korupsi, gempa bumi di berbagai wilayah, banjir bandang dan lain sebagainya. Memang kita yakin bahwa penyebabnya ialah keserakahan dan ketidakpuasan manusia akan sumber daya alam.
Dalam fenomenologi, kita diajarkan supaya dalam melihat, merasakan setiap fenomena-fenomena dalam hidup, selalu bertitik berangkat dari pemikiran fenomenologi, di mana kita perlu kembali kepada benda-benda itu sendiri. Jelas bahwa yang dimaksud ialah membiarkan obyek-obyek itu menampilkan seperti dirinya sendiri. Kemudian melihat fenomena dari sudut kesadaran kita, karena selalu berada dalam kesadaran kita. Dengan demikian, dalam memandang fenomena-fenomena harus melihat ‘penyaringan’ (ratio) terlebih dahulu sehingga mendapatkan kesadaran yang murni.

C.    Penutup
Dari pembahasan mengenai Edmund Husserl di atas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Husserl dalam fenomenologinya, dapat ditemukan “pengertian atau pemahaman” yang mengacu pada kesadaran subyek ketika mengamati obyek. Pengertian atau pemahaman yang diperoleh oleh subyek dalam mengamati obyek akan sangat bergantung pada sejauh mana “intensionalitas” seseorang dalam “pengamatan”nya. Husserl mengatakan, agar ada kepastian akan kebenaran dalam pengertian seseorang, seseorang harus mencarinya dalam Erlebnisse (kehidupan subyektif dan batiniah), yaitu “pengalaman yang (terjadi pada diri seseorang) dengan sadar”. Di dalam pengalaman yang (terjadi) dengan sadar ini, seseorang (akan) mengalami dirinya sendiri atau “aku”nya selalu berhubungan dengan dunia benda di luar dirinya. “Aku” seseorang selalu berada dalam situasi jasmaniah tertentu, misalnya: “aku sedang membaca”, “sedang bercakap-cakap”. Pengalaman ini tidak termasuk “aku” seseorang yang sejati. “Aku” dalam pengalaman ini merupakan “aku empirik”, yang dipengaruhi oleh dunia benda. Oleh karena itu, untuk sementara waktu, “aku empirik” ini harus  ditempatkan di antara “dua tanda kurung”, harus disaring terlebih dahulu. Setelah “aku empirik” diberi tanda kurung, maka yang (akan) tinggal hanyalah “kesadaran murni” yang tidak empirik lagi, atau dengan kata lain: “aku murni”, yang tidak empirik lagi, yang (akan) mengatasi segala pengalaman yang transendental.

Daftar Pustaka

Bertens, K. Filsafat Barat Kontemporer. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.
Delfgaauw, Dr. Bernard. Filsafat Abad 20. Terj. Soejono Soemargono. Jakarta: Tiara Wacana, 1988.
Harun, Dr. Hadiwiyono. Sari Sejarah Filsafat Barat 2.Yogyakarta: Kanisius,1980.
http://id.wikipedia.org/wiki/Edmund_Husserl, di download tgl 20 Maret 2011, jam 05.36 PM.
M. Dagun, Drs. Save. Filsafat Eksistensialisme. Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Munir, Misnal. Aliran-aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer. Yogyakarta: Lima, 2008.
Maksum, Ali. Pengantara Filsafat. Yogyakarta: Ar-Razz Media, 2010.
Mudhofir, Ali. Kamus Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
S. Praja, Prof. Dr. Juhaya. Aliran Filsafat dan Etika. Yogyakarta: Prenada Media, 2003.











FENOMENOLOGI
EDMUND GUSTAV ALBRECHT HUSSERL
(1859-1938)




Dosen Pengampu: Dra. Hj. Siti Nurlaili. M, M.Hum.

Disusun Oleh:

AWANG YULIAS SUPARDI
26.4.2.09.008

PROGRAM STUDI AQIDAH FILSAFAT
JURUSAN USHULUDDIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2011


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Edmund_Husserl, di download tgl 20 Maret 2011, jam 05.36 PM

[2] Bertens, K, Filsafat Barat Kontemporer, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 104.
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Edmund_Husserl, di download tgl 20 Maret 2011, jam 05.36 PM
[4] S. Praja, Juhaya, Aliran Filsafat dan Etika,(Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 179.
[5] Mudhofir, Ali, Kamus Filsafat Barat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), h. 251.
[6] Bertens, K, Filsafat Barat Kontemporer, h. 109.
[7] Bertens, K, Filsafat Barat Kontemporer.
[8] Delfgaauw, Bernard. Filsafat Abad 20, h. 106.
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Edmund_Husserl, di download tgl 20 Maret 2011, jam 05.36 PM
[10] Munir, Misnal, Aliran-aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer, (Yogyakarta: Lima, 2008), h. 67
[11] S. Praja, Juhaya, Aliran Filsafat dan Etika, h. 180.
[12] Harun, Hadiwiyono. Sari Sejarah Filsafat Barat 2,(Yogyakarta: Kanisius, 1980), h. 143.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar