Rabu, 19 November 2014

alkulturasi budaya islam-jawa-cina



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang KKL/PPL
Program Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan kegiatan yang harus diikuti oleh Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan DakwahJurusan Ushuludin. Program Kuliah Kerja Lapangan dan Praktek Pengalaman Lapangan kali ini diadakan bersamaan dalam satu waktu di daerah Semarang pada tanggal 11 September 2012. Adapun objek atau lembaga yang dituju dalam program KKL/PPL kali ini adalah:
1.      Balai LITBANG Kementrian Agama Semarang
2.      Klenteng Sam-Poo-Kong
3.      Masjid Agung Jawa Tengah
4.      Kampoeng Percik
          Semua objek atau lembaga yang dituju berkaitan dengan fokus kajian yang ada di Jurusan Ushuludin prodi Aqidah Filsafat dan Tafsir Hadits. Mahasiswa jurusan Ushuluddin yang dikonsentrasikan menjadi pemikir harus mampu menganalisa fokus kajian dengan menggunakan beberapa lembaga sebagai acuan problem solving, oleh karena itu program KKL/PPL melatih kita untuk menganalisa beberapa isu yang ada di masyarakat juga sebagai praktek kerja sesuai konsentrasi mahasiswa Ushuluddin prodi Aqidah Filsafat ataupun Tafsir hadits.

B.     Tujuan KKL/PPL
          Secara umum, tujuan dilaksanakan program KKL/PPL ini adalah sejaum mana mahasiswa mampu mengambil teori dari lapangan. Secara khusus program ini bertujuan antara lain:
1.      Menambah mahasiswa dalam keilmuan akademik
2.      Menambah pengalaman belajar para mahasiswa
3.      Mengembangkan pola pikir mahasiswa dalam menyeimbangkan antara teoritis dan praktis dalam kehidupan bermasyarakat.

C.            Manfaat KKL/PPL
          Lokasi yang di pilih dalam Program Kuliah Kerja Lapangan kali ini adalah Balai LITBANG Kementrian Agama Semarang, Lenteng Sam-poo-kong, Masjid Agung Jawa Tengah, Percik Institute. Di tempat-tampat yang kami tuju banyak sekali manfaat yang kami peroleh. Adapun manfaat-manfaat yang dapat kami rasakan adalah sebagai berikut :
1.      Adanya hubungan silaturrohmi antara lembaga atau fakultas dengan instansi/lembaga lain.
2.      Bagi mahasiswa merupakan sarana dalam pengembangan diri dan potensi yang sesuai dengan bidang keilmuan masing-masing.

BAB II
PROFIL LEMBAGA

A.    KAMPOENG PERCIK
Percik, merupakan lembaga independen yang diperuntukan bagi penelitian sosial, demokrasi dan keadilan sosial. Lembaga ini didirikan pada awal tahun 1996 (1 Februari 1996) oleh sekelompok ilmuwan di Salatiga yang terdiri dari sejumlah peneliti sosial, pengajar universitas, serta aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang bantuan hukum serta pengorganisasian masyarakat.
Para pendiri ini merupakan sebagian dari staf akademik sebuah universitas di Salatiga yang terpaksa keluar dari universitas tersebut karena menolak beberapa kebijakan dari pengurus yayasan dan pimipinan universitas yang dinilai tidak demokratis, bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan tidak menjunjung tinggi kebebasan akademis serta otonomi kampus. Berdirinya Lembaga Percik merupakan wadah baru untuk mewujudkan idealisme mereka mengenai masyarakat yang demokrastis dan berkeadilan sosial.
Kelahiran Percik juga tidak dapat dilepaskan dari tuntutan yang semakin luas dalam masyarakat Indonesia tentang perlunya proses demokratisasi dilaksanakan dengan segera di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tuntutan tersebut muncul sebagai bagian dari keprihatinan yang meluas di masyarakat terhadap sistem politik yang semakin sentralistik, hegemonik, opresif, dan tidak toleran. Sistem politik yang tidak sehat tersebut berakibat pada rendahnya kesadaran dan partisipasi politik rakyat, tiadanya ruang publik yang memungkinkan terjadinya pertukaran wacana publik secara bebas, tidak berkembangnya lembaga-lembaga demokrasi, lemahnya penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), serta birokrasi pemerintahan yang korup. Di lain pihak perkembangan masyarakat menunjukan kecederungan kearah masyarakat plural yang tersekat-sekat yang di dalamnya mengandung potensi konflik horisontal yang besar.
Kondisi politik yang tidak sehat tersebut melanda kehidupan politik baik pada aras nasional, maupun pada aras lokal. Keterlibatan panjang staf Percik dalam berbagai penelitian dan studi pada aras lokal yang dimiliki secara individual oleh staf Percik dan dilandasi pula oleh keyakinan bahwa bagi masa depan Indonesia arena politik pada aras lokal ini justru semakin penting dan menentukan, maka lahirnya Percik merupakan perwujudan dari keinginan untuk ikut menggulirkan proses demokratisasi politik pada aras lokal.
Percik menempatkan kegiatan penelitian sebagai salah satu pilar utama disamping kegiatan advokasi dan refleksi. Kegiatan penelitian dilaksanakan berdasar minat dari dalam lingkungan Percik sendiri, kerjasama dengan lembaga lain, ataupun atas 'pesanan'dari pihak luar. Khususnya terhadap penelitian pesanan. Percik berusaha secara kritis mempertimbangkan kandungan kepentingan dan kemanfaatan dari penelitan yang dipesan.
Untuk mengembangkan kegiatan di bidang penelitian Percik mengembangkan dua pusat penelitian, yaitu Pusat Penelitian Politik Lokal (P2PL), serta Pusat Studi Transformasi Praktek-praktek Keagamaan Lokal. Kampoeng Percik ini berlokasi di Kabupaten Salatiga Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Jl. Patimura Km 1, Kampoeng Percik, Dusun Turusan Salatiga Jawa Tengah Indonesia.

B.     KLENTENG SAM-POO-KONG
Seperti yang telah dijelaskan dalam sejarah, kltenteng Sam-Poo-Kong merupakan tempat ibadah bagi masyarakat sekitar yang mempunyai kepercayaan Tiong Hoa, atau hanya sekedar berziarah dan kirim doa pada leluhur mereka. Masyarakat sekitar mempercayai seorang Laksamana yang dating dari seberang dan sempat menetap di daerah Simongan pada saat pelayaran keliling dunianya. Suatu musibah menimpanya dan mengharuskan ia untuk menetap sementara dan membantu masyarakat sekitar. Ia seorang laksamana yang bernama Cheng Ho/Zheng He dari China. Nama Sam-Poo-Kong bukan hanya sekedar nama dari sebuah klenteng melainkan sebuah gelar yang diberikan oleh masyarakat sekitar untuk sang Laksamana. Sam-Poo berarti tiga arca, dan Kong berate engkong.
Klenteng Sam-Poo-Kong dengan bentuk bangunan yang tidak jauh berbeda dengan klenteng-klenteng lainnya. Fungsi klenteng tersebut juga tidak jauh beda digunakan sebagai tempat pemujaan leluhur dan sebagai tempat wisata. Bangunan klenteng tersebut terdiri dari berbagai macam bangunan yang diantaranya, Klenteng suci Sam-Poo-Kong sebagai klenteng utama. Gerbang/pintu masuk sebelah utara merupakan gerbang Sam-Poo-Kong. Saat ini juga sedang dilakukan pembangunan gerbang sebelah timur sebagai gerbang utama. Tempat-tempat ibadah yang ada diantaranya, Kyai Tumpeng, Kyai Juru Mudi, Kyai Jangkar, dan Kyai Cundrik Bumi.

C.    BADAN LITBANG SEMARANG
Kemenag mempunyai tugas membantu Presiden dalam  menyelenggarakan sebagian  tugas pemerintahan di bidang  keagamaan. Tugas  ini  bermakna, bahwa Kemenag memiliki tanggung jawab sebagai penjaga  moral,  mental, dan  kualitas  beragama  masyarakat  Indonesia yang  diharapkan  mampu  memberikan dorongan dan teladan bagi  terwujudnya penyelenggaraan  negara yg bersih dan bebas KKN. Pembentukan Kemenag juga dimaksudkan dlm rangka memenuhi kewajiban pemerintah untuk melaksanakan UUD 1945, khususnya pasal 29. Karena itu, Kemenag bertugas melindungi kepentingan agama dan umat beragama.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pasal 3 disebutkan bahwa Kementerian Negara berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden;
     Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara pada pasal 97 angka 5 mengatur tentang susunan Organisasi Kementerian Agama.

KEBIJAKAN  BALITBANG
a)      Program Prioritas Kementerian AgamaTahun 2010-2014
·         Peningkatan Kualitas Kahidupan Beragama
·         Peningkatan Kualitas Kerukunan Umat Bergama
·         Peningkatan Kualitas RA, madrasah, PTA, Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan
·         Peningkatan Kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji
·         Penciptaan Tata Kelola Kepemerintahan yang Bersih dan Berwibawa

b)      Kebijakan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Th. 2004-2009
Langkah-langkah kebijakan teknis bidang kelitbangan :
1)      Peningkatan relevansi topik-topik  penelitian dengan program pembangunan nasional dan kebutuhan unit-unit pelayanan Kementerian Agama, di tingkat pusat dan daerah.
2)      Peningkatan mutu hasil penelitian, melalui peningkatan kualitas  SDM peneliti dan pengembangan jaringan kemitraan penelitian.
3)      Peningkatan diversivikasi metodologi penelitian, sehingga penelitian yang  dilakukan semakin kaya dan teruji dari segi metode, dan hasilnya dapat dijadikan pijakan bagi pemantapan kebijakan pimpinan Kementerian Agama.
4)      Peningkatan komunikasi dan sosialisasi hasil-hasil penelitian  dengan para pimpinan di lingkungan Kementerian Agama Pusat dan Daerah maupun masyarakat luas.
5)      Perluasan jaringan kerjasama dengan lembaga penelitian dan lembaga-lembaga lainnya baik di lingungan instansi pemerintah, perguruan tinggi, maupun lembaga-lembaga non pemerintah.
6)      Pengembangan budaya akademis bagi para tenaga fungsional peneliti.
7)      Pengembangan akses data dan informasi keagamaan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi (internet).  

c)      4 (Empat) Kebijakan Bidang Strategik Balai Litbang Agama Semarang
·         Bidang Penelitian
·         Bidang Pengembangan
·         Bidang  Penguatan Kelembagaan
·         Bidang  Pengembangan Jaringan

d)     Arah dan Sasaran Kelitbangan
·         Meningkatkan kualitas hasil penelitian melalui peningkatan SDM peneliti dan penggunaan standar kualitas laporan penelitian.
·         Meningkatkan keserasian antara program kelitbangan dengan program pembangunan nasional dan kebutuhan unit pelayanan di lingkungan Kemenag.
·         Meningkatkan penguatan jaringan kelitbangan dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
·         Meningkatkan intensitas sosialisasi dan informasi hasil-hasil kelitbangan kepada pimpinan Kemenag dan kepada masyarakat.

e)      Arah dan Sasaran Kelembagaan
·         Program penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang baik dan akuntabel.
·         Program pengelolaan SDM aparatur yang kredibel dan baik.
·         Meningkkatkan intensitas dan kualitas kerjasama lembaga internal kementerian maupun di luar Kementerian.

f)       Arah dan Sasaran Jaringan 
·         Meningkatkan komunikasi dan sosialisasi hasil-hasil penelitian dan kegiatan pengembangan dengan para pimpinan Kementerian Agama di tingkat Pusat, Daerah, lembaga sosial dan keagamaan di masyarakat.
·          Memperluas jaringan kerjasama  dengan lembaga penelitian dan lembaga lainnya di lingkungan instansi pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga non-pemerintah dalam  rangka peningkatan kualitas SDM dan hasil  penelitian dan pengembangan Balai Litbang Agama Semarang.
·         Intensitas komunikasi dan sinergi kegiatan antar lembaga terutama di bawah Kepartemen Agama.
·         Pemanfaatan hasil-hasil penelitian oleh pimpinan Kementerian Agama, stakeholder dan masyarakat luas.
·         Terjalinnya kerjasama yang saling mensinergi dan menguntungkan antara Balai Litbang Agama Semarang dengan pihak-pihak eksternal.

g)      Strategi Capaian         
·         Penciptaan lingkungan dan budaya ilmiah-akademis: menggerakkan kegiatan diskusi berkala, seminar dan semacamnya.
·         Pengkajian dan pendalaman metodologi dan teori-teori sosial yang aplikatif.
·         Peningkatan kualitas penelitian dengan efektivitas pembimbingan.
·         Peningkatkan jenjang karier akademik dan kepangkatan melalui pelatihan-pelatihan, bantuan belajar,  dan/atau  kursus-kursus keterampilan.

h)      Capaian Tahun 2010
·         Melanjutkan program tahun sebelumnya.
·         Peningkatan kualitas SDM melalui kerja sama pihak Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian  dengan sistem pemagangan
·         Peningkatan Pengelolaan data dan Informasi melalui Internet (Website) Balai Litbang Agama Semarang
·         Peningkatan kuantitas dan kualitas data-data keagamaan dan pengorganisasi-annya dalam database keagamaan
·         Peningkatan kualitas pelayanan perpustakaan.

i)        Capaian Tahun 2011
·         Melanjutkan program tahun sebelumnya.
·         Peningkatan komunikasi dan koordinasi dengan pimpinan di lingkungan Kementerian Agama dan Instansi terkait.
·         Peningkatan sosialisasi hasil-hasil penelitian kepada  pimpinan  Kementerian Agama baik pusat maupun di daerah, dan juga kepada instansi terkait dan masyarakat umum.
·         Peningkatan intensitas kerja sama penelitian  dengan lembaga penelitian lainnya.
·         Pemberlakuan managemen penelitian secara proporsional dan prospectif mutu .

j)        Capaian Tahun 2012
·         Melanjutkan program tahun sebelumnya.
·         Pelaksanaan penelitian aksi: eksperimen, PAR, penelitian dampak sosial (SIA)  dan sebagainya sebagai upaya rekayasa sosial  keagamaan.
·         Mengembangkan penelitian Mandiri dalam skala yang lebih besar.

k)      Capaian Tahun 2013
·         Melanjutkan program tahun sebelumnya.
·         Peningkatan kualitas jurnal, majalah dan website Balai Litbang Agama Semarang
·         Peningkatan  kualitas hasil penelitian dan pengembangan sebagai rujukan perekayasaan sosial keagamaan.
·         Menyediakan SDM yang handal.

l)        Capaian Tahun 2014
Sebagai unit pelaksana teknis dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama posisi Balai Litbang Agama sangat strategis, karena merupakan ujung tombak dalam penyediaan data dan informasi keagamaan untuk kepentingan pengambilan Kewbijakan.   
      Jadi kegiatan kelitbangan dilakukan dengan  mensingkronkan kebijakan dan progam pemerintah secara nasional.

D.    MASJID AGUNG JAWA TENGAH
Masjid Agung Jawa Tengah adalah masjid yang terletak di jalan Gajah Raya, Kelurahan Sambirejo, kecamatan Gayamsari, Kota Semarang Jawa Tengah. Masjid ini sangat megah dengan luas lahan mencapai 10 Hektar dan luas bangunan induk untuk shalat 7. 669 meter persegi, dan mempunyai gaya arsitektur perpaduan antara Jawa, Arab dan Roma.
Masjid Agung Jawa Tengah ini dibangun pada hari jumat, 6 September 2002 yang ditandai dengan pemasangan tiang panca perdana yang dilakukan Mentri Agama RI, Prof. Dr. H. Said Agil Husaen al-Munawar, KH. MA Sahal Mahfudz dan Gubenur Jawa Tengah, H. Mardiyanto, akhirnya Masjid Agung Jawa Tengah ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 November 2006.
Meskipun baru diresmikan pada tanggal 14 November 2006, namun masjid yang telah difungsikan sebagai tempat ibadah jauh sebelum tanggal peresmian. Masjid megah ini telah digunakan untuk ibadah shalat Jumat pertama kalinya pada tanggal 19 Maret 2004 dengan Khatib Drs. H. M. Chabib Thoha, MA, Kakanwil Depag Jawa Tengah.
Dikomplek Masjid Agung Jawa Tengah ini terdapat Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah di Tower Asmaul Husna Lantai 2 dan 3, Hotel Graha Agung di sebelah utara dan resto yang memiliki view terbaik di Kota Semarang ini di Tower Asmaul Husna lantai 18.







BAB III
MAKNA SIMBOL DAN AKULTURASI BUDAYA

Indonesia dengan banyak dan beragamnya budaya yang di miliki kini mengalami masa kritis di mana kedudukan budaya yang dulunya diagung-agungkan kini tergeser dengan budaya barat. Terlebih lagi anak muda jaman sekarang yang menjadi penerus bangsa mengikuti budaya lain dan meninggalkan budaya tanah air dan mengatakan budaya ini lebih kuno dan kaku serta tidak mengikuti perkembangan jaman.
Mereka yang terlalu mengikuti alur modernitas dari budaya bangsa asing tanpa bisa menyaringnya menjadi faktor utama mereka semakin melupakan dan mengabaikan budaya bangsanya sendiri. Terjadi proses pengurangan dan penambahan yang memungkinkan pasang surutnya makna kehidupan dan kebudayaan. Misalnya, semua orang Jawa berbudaya satu, dengan memakai bahasa jawa dalam pembicaraan ataupun percakapan tanpa disadari akan mengalami proses asimilasi dengan bahasa nasional nantinya. Proses ini sebagai fenomena budaya yang saling mempengaruhi. Di zaman modern saat ini identitas tersebut telah banyak berubah seiring dengan pengaruh budaya luar, sehingga menyebabkan budaya jawa mengalami erosi. Banyak sekali orang jawa yang kehilangan identitas primernya, seperti tradisi budaya, dan penggunaan bahasa. Seperti yang dikatakan oleh orang jawa sendiri, “wong jowo ilang jowone”, ialah orang Jawa yang hilang kejawaannya. Melihat kondisi seperti itu jika kita terus membiarkannya terkikis oleh jaman, maka kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia khususnya orang Jawa akan tergeser oleh jaman bahkan bisa dikatakan budaya itu akan punah. Dengan adanya kebudayaan manusia berusaha, menguasai, melihat, dan memahami lingkungan. Manusia berusaha untuk mengklasifikasikan gejala yang tampak sekaligus menentukan strategi terhadap lingkungannya[1].
Tidak semua unsur budaya itu bersifat adaptif, karena yang menjadi dasar hanyalah inti kebudayaan tersebut. Masayarakat modern pun butuh waktu untuk beradaptasi dengan suatu kebudayaan tersebut. Kebudayaan selalu berkaitan dengan simbol-simbol dengan makna dan arti tertentu. Simbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang merupakan pengantar pemahaman terhadap obyek. Untuk mempertegas pengertian simbol atau lambang ini di bedakan antara pengertian-pengertian isyarat, tanda dan simbol atau lambang[2].
Kebudayaan merupakan image kuat yang melekat pada negara indonesia,yang mana dengan ragam kebudayaannya indonesia menjadi negara yang kaya akan adat istiadat,suku bangsa serta flora dan fauna yang ada di indonesia. Seiring berjalannya waktu,suatu kebudayaan akan selalu di hadapkan pada sebuah akulturasi budaya baru,yang mana dalam berkembangnya budaya baru ini, akan mempengaruhi budaya-budaya lainnya yang sudah ada dan melekat pada masyarakat Indonesia.
Akulturasi sendiri adalah sebuah perpaduan antara satu budaya dengan budaya lainnya yang berjalan seimbang dan serasi. Akulturasi terjadi ketika sebuah kebudayaan masuk dan berpadu terhadap budaya yang telah ada di suatu wilayah. Masuknya kebudayaan lain ini tentunya secara terkendali dan tidak menghilangkan dominasi kebudayaan yang sudah ada atau menghilangkan unsur dari salah satu kebudayaan itu.
Pembahasan inti dalam laporan PPL & KKL kami ini adalah mengenai “Makna Simbol dan Akulturasi Budaya” Adapun badan lembaga yang  ada kaitannya dengan tema diatas  ialah Klenteng Sam Poo Kong dan Masjid Agung Jawa Tengah.

1.      KLENTENG SAM-POO-KONG
Bangunan yang berarsiktektur cina ini berdiri megah di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang dengan corak merah cerah. Bangunan ini berumur sudah ratusan tahun yang didirikan oleh seseorang sebagai tempat sembahyang, tempat pemujaan dan tempat berziarah bagi leluhur-leluhur bagi mereka yang masih mempunyai keturunan cina/Tiong Hoa. Orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng, mengingat bentuknya berarsitektur cina sehingga mirip dengan sebuah kelenteng. Masyarakat sekitar juga mempercayai bahwa Laksamana Cheng Ho merupakan titisan dewa yang akan memberikan pertolongan pada mereka. Untuk menghormati jasa-jasa beliau semenjak meninggalnya beliau, didirikanlah sebuah patung besar dan masyarakat mempercayai orang yang sudah meninggal akan terus memberikan pertolongan. Melihat sejarah yang menjelaskan bahwa laksamana Cheng Ho atau Zheng He adalah seorang muslim, mereka tidak mempermasalahkan dengan didirikannya patung dan bangunan sebagai tempat pemujaan. [3]
Dimulai dari bangunan fisik, aksesoris yang melekat, maupun lingkungan dalam dan luar klenteng mempunyai arti simbol tertentu. Seperti halnya bangunan klenteng, nama klenteng itu sendiri,  patung-patung yang ada didalam lingkungan klenteng, mempunyai makna filosofis tersendiri, diantaranya :
Klenteng Sam Poo Kong dikenal juga dengan sebutan Gedong Batu. Ada yang mengatakan nama ini dipakai karena asal mula tempat ini adalah sebuah gua batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Tetapi ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sebenarnya asal kata yang benar adalah Kedong Batu, alias tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai. Karena memang dulunya daerah tersebut adalah tepat di bibir pantai laut Utara Jawa.  Klenteng Sam Poo Kong Semarang terdiri atas sejumlah anjungan.
Bangunan  pemujaandi dalam klenteng terdapat beberapa tempat pemujaan diantaranya ialah klenteng utama ialah Klenteng Besar dan gua suci Sam Po Kong, Klenteng Tho Tee Kong : tempat - tempat pemujaan Kyai Juru Mudi, Kayai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi dan mbah Kyai Tumpeng. Klenteng Besar dan gua merupakan bangunan utama dan merupakan pusat seluruh kegiatan pemujaan di komplek tersebut. Gua yang memiliki mata air yang tak pernah kering ini dipercaya sebagai petilasan dan dibangun sebagai duplikat tempat yang pernah ditinggali. [4]
Bangunan klenteng merupakan bangunan tunggal beratap susun. Berbeda dengan type klenteng yang ada di Pecinan, klenteng ini tidak memiliki serambi atau balai gerbang yang terpisah. Bagian atap ditiap-tiap sudut yang melengkung keatas merupakan simbol yang berarti bahwa falsafah hidup orang China selalu bersemangat untuk lebih tinggi dan lebih maju dalam urusan ekonominya. Diatas tiap lengkungan terdapat beberapa patung beberapa binatang dengan ukuran yang kecil, diyakini bahwa mereka itulah sebagai binatang penjaga klenteng. Pada bagian tengah terdapat ruang pemujaan Sam Po. Gua batu sebagaimana tersebut di atas terdapat di dekatnya. Facade gua berlukisan sepasang naga dengan bola api yang terletak di atas ambang pintu masuk yang sempit. Klenteng Tho Tee Kong atau Toapekong Tanah atau Ho Tek Tjin Sin yang terletak di belakang pintu gerbang, merupakan yang paling populer.
Didepan bangunan utama klenteng sebelah kiri terdapat tempat khusus untuk menyalakan lilin-lilin raksasa, asap yang keluar dari lilin tersebut sebagai perlambang untuk membawa doa mereka sampai pada Yang Kuasa. Di kalangan masyarakat yang agraris, Dewa Bumi ini sangat dihormati dan selalu dimintai berkahnya. Klenteng Cap Kauw King, tempat pemujaan Tho Tee Kong pula, berkaitan dengan klenteng ini. Tidak pula dijumpai serambi seperti pada klenteng di Pecinan. Tempat pemujaan Kyai JuruMudi dipercaya sebagai makam Wang Jing Hong, wakil Zheng He dalam pelayarannya. Disebut juga Kyai Juru Mudi Dampo Awang, disamping makam itu terdapat sepasang bunga yang bermakna sebagaimana orang Islam menabur bunga diatas kubur.
Bangunan makam merupakan bangunan sederhana beratap pelana. Pintu masuknya terletak di tengah dan di kedua sisinya terdapat jendela bundar. Di bawah kedua jendela bundar terdapat lukisan berwarna yang mengisahkan perjalanan pelayaran Sam Po untuk mengenang jasa perjuangan dari Zheng He.
Anjungan Kyai Jangkar memiliki tiga altar, yaitu altar Hoo Ping, yaitu para pelaut dan pembantu Zheng He yang gugur pada saat menunaikan tugasnya; altar Nabi Kong Hu Cu di tengah; dan altar pemujaan mbah Kyai Jangkar di sebelah kanan. Anjungan Kyai Cundrik Bumi merupakan petilasan tempat anak buah Zheng He menyimpan segala macam senjata. Sedangkan anjungan Kayi Tumpeng yang terletak di ujung selatan komplek dipercaya sebagai tempat anak buah Zheng He bersantap pada masa lalu. Bangunan ini sekarang dipakai untuk bersemedi atau menyepi.
Patung raksasa Laksamana Agung Zheng Hesetinggi 10,7 meter berbahan perunggu dengan berat sekitar 3,7 ton yang terdapat tepat didepan Klenteng utama melambangkan kegagahan Zheng He dan kebesaran perjuangannya.
Patung-patung dan lukisan binatang yang terdapat dikomplek Klenteng Sam Poo Kong mengandung arti bahwa binatang-binatang itulah yang menjaga klenteng, bukan merupakan shio-shio yang kita kenal dalam penanggalan China.
Klenteng Sam Poo Kong kental akan nuansa China, mulai dari warna merah yang mendominasi seluruh bangunan, patung-patung dan lukisan serta arsitektur bangunan secara keseluruhan. Terdapat akulturasi budaya antara Budaya China dengan Budaya Indonesia, Jawa dan Islam, misalnya adanya sebuah bedug besar yang merupakan salah satu budaya khas Islam Jawa, sebagaimana jika kita menjumpai masjid-masjid besar dan masjid-masjid bersejarah sebagian besar masih mempertahankan adanya bedug sebagai penanda masuknya waktu sholat.
Nama Sam Poo Kong merupakan gelar bagi Laksamana Cheng Ho dalam menyelamatkan dan membentu rakyat sekirat. Laksamana baru 7 kali melakukan pelayaran keliling dunia dan pelayaran ke 4-nya ini mengalami musibah dan terdampar di bibir pantai Simongan, yang kini nama tersebut diabadikan menjadi nama jalan Simongan. Laksamana Cheng Ho sudah 2 kali berkunjung di Jawa, yang pertama tahun 1405 dan yang kedua pada tahun 1416. Setiap bulan Juli-Agustus diadakan uapcara untuk memperingati hari datangnya Laksamana Cheng Ho ke Jawa. Apabila dalam kalender cina upacara tersebut diadakan setiap tanggal 26/29. Tidak hanya itu setiap malem selasa kliwon dan jumat kliwon banyak warga sekitar maupun dari kota lainnya berkunjung ke Klenteng untuk berziarah dan mencari berkah. Di tahun kedua ini karena kena musibah memaksa beilau untuk tinggal sementara di simongan dan para awak kapal yang ikut serta dalam pelayarannya ikut tinggal dan bebrapa menikahi orang sekitar. Sehingga banyak warga sekitar yang masih ada garis keturunan orang cina/Thiong Hoa.

2.      MASJID AGUNG JAWA TENGAH
Kemegahan dan keindahannya tanpa disadari oleh masyarakat tampak seperti bangunan megah dan bangunan tersebut digunakan sebagai tempat ibadah umat muslim. Akan tetapi dibalik kemegahan bangunan tersebut Masjid Agung Semarang mempunyai bebrapa makna simbolis yang khusus. Diantaranya serambi masjid yang terdiri dari 25 tiang yang membentuk setengah lingkaran melambangkan kepercayaan umat Islam yang meyakini 25 nabi dan rosul. 6 tiang juga berfungsi sebagaimana payung otomatis mempunyai makna filosofis kepercayaan umat Islam tentang 6 rukun Iman. 5 air mancur yang berada didepan pintu masuk komplek masjid melambangkan 5 Rukun Islam. Menara Al Husna (Al Husna Tower) dengan ketinggian 99 meter. Menara yang dapat dilihat dari radius 5 km ini terletak di pojok barat daya masjid. Menara tersebut melambangkan kebesaran dan kemahakuasaan Allah dan 99 nama yang baik atau Asmaul Husna.
Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Agung Jawa Tengah juga merupakan obyek wisataterpadu dalam pendidikan, religi, pusat pendidikan, dan pusat aktivitas syiar Islam. Dengan berkunjung ke masjid ini, pengunjung dapat melihat keunikan arsitektur masjid yang merupakan perpaduan antara arsitektur Jawa, Roma dan Arab.
Arsitektur Jawa terlihat pada beberapa bagian, misalnya pada bagian dasar tiang masjid menggunakan motif batik seperti tumpal, untu walang, kawung, dan parang-parangan serta batu prasasti yang asli berasal dari Gunung Merapi Jawa Tengah. Ciri arsitektur Timur Tengah (Arab) terliat pada dinding masjid yang berhiaskan kaligrafi. Selain itu, di halaman Masjid Agung Jawa Tengah terdapat 6 payung hidrolik raksasa yang dapat membuka dan menutup secara otomatis yang merupakan adopsi arsitektur bangunan Masjid Nabawi yang terdapat di Kota Madinah. Masjid ini juga sedikit dipengaruhi gaya arsitektur Roma. Gaya itu nampak pada desain interior dan lapisan warna yang melekat pada sudut-sudut bangunan.

3.      KAMPOENG PERCIK
Beralamat di Kabupaten Salatiga Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Jl. Patimura Km 1, Kampoeng Percik, Dusun Turusan Salatiga Jawa Tengah Indonesia. Merupakan suatu komunitas yang berkecimpung dalam kehidupan sosial masyarakat. Komunitas ini menamainya dengan sebutan “Kampoeng Percik”, yang bermakna suatu lembaga Persemaian Cinta Kemanusiaan. Lembaga ini berdiri sendiri tanpa adanya ikatan dari instansi pemerintahan. Komunitas ini bertujuan membantu masyarakat sekitar dalam masalah sosial maupun masalah hukum yang menjeratnya.
Salah satu tempat yang menjadi kunjungan dalam kegiatan KKL/PPL yang diadakan oleh Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, Jurusan Ushuluddin, IAIN Surakarta, ini mendapat antusias cukup serius bagi para peserta. Disamping maraknya kemajuan teknologi dan persaingan dalam kehidupan sosial, komunitas ini berbanding terbalik dengan membantu masyarakat yang kurang mampu dalam segala hal kaitannya dengan pendidikan dan Hak Asasi Manusia. Bangunan-bangunan yang didirikan didalamnya mempunyai arti khusus dengan latar belakang kehidupan orang jawa yang sederhana. Seperti misalnya bangunan utama yang menjadi tempat pertemuan/diskusi bergaya arsitektur jawa asli. Bisa dikatakan gaya bangunan itu mirip dengan rumah Joglo rumah adat jawa, dan diwarnai dengan ukiran-ukiran tangan yang sangat halus setiap tiangnya.
Salah satu yang menjadi perhatian penyusun adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat ibadah orang muslim. Bangunan itu bernuansa tradisional dengan atap yang terbuat dari ijuk dan dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Nuansa islami dan ke-pondok-an sangat tersirat seakan-akan kita berada dilingkungan aslinya. Pencahayaannya menggunakan lampu dengan cahaya redup/tidak terang, ini menambah nuansa perdesaan yang begitu kental. Bisa dikatakan sekitar komunitas itu membawa kita kembali kejaman dahulu sebelum diterangi oleh cahaya listrik. Nuansa perkampungan itu benar-benar tersirat. Orang awam yang tidak tahu akan mengira Kampoeng Percik itu adalah sebuah kampung yang bernama Percik dengan nuansa perdesaannya. Setelah berkunjung dan melihat lingkungan sekitarnya maka mereka akan mengerti bahwa Kampoeng Percik ini merupakan suatu komunitas yang bergerak di bidang sosial masyarakat dengan nuansa perdesaan disekelilingnya. Mulai dari bangunan-bangunan dan konsep pencahayaannya akan membawa kita kembali kemasa lampau.
“Sebuah nama yang sederhana tapi mendunia” satu kalimat dari Kampoeng Percik yang sangat menjunjung nilai sosial kemasayarakatan.




BAB III
PENUTUP

Dari penjabaran Kuliah Kerja Lapangan (KKL)/Praktek Pengalaman Lapangan (PKL) yang diadakan oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, serta dilaksanakan oleh mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Dakwah khususnya Jurusan Ushuluddin Prodi Aqidah Filsafat dan Prodi Tafsir Hadist.

a.      KESIMPULAN
·         Budaya Indonesia yang beragam dan memiliki ciri khas tertentu mewakili setiap wilayah maupun suku yang ada di Nusantara ini. Setiap budaya yang tidak dapat dipisahkan sari berbagai ritual dan symbol-simbol yang ada. Salah satunya adalah budaya Indonesia yang berpadu sehingga memunculkan nuansa cantik nan eksotis adalah budaya China dengan Indonesia khususnya Jawa dan ditambah taburan-taburan buansa islami menambahkan makna khusus. Perpaduan budaya ini seperti yang terdapat dalam Klentang Sam Poo Kong di daerah Simongan, Semarang.
·         Akulturasi merupakan suatu cara untuk memadukan suatu budaya sendiri dengna budaya lain dan untuk menjelaskan makna, symbol yang terdapat dalam budaya tersebut.
·         Setiap lembaga yang dikunjungi dalam studi PPL dan KKl ini memberikan ciri khusus dan mencerminkan makna sosial dalam masyarakat yang masih dijaga dan dipertahankan agar tidak mengalami benturan jaman.
·         Kampus memiliki peran besar sebagai lahan pembentuk mahasiswa dan mahasiswi yang berpengetahuan luas, berfikiran bebas, serta menghargai dan menghormati hubungan antar umat beragama, dan yang terlebih adalah menjaga dan melestarikan setiap budaya yang ada agar tidak menjadi rebutan dengan orang lain yang mengganggapnya sebagai budaya mereka.



b.      SARAN
Saran bagi panitia pelaksana KKL/PPL, untuk menunjang pencapaian tujuan KKL/PPL. Diharapkan dalam pembekalan agar diberikan persiapan pengarahan lebih detail mulai dari penjelasan apa itu KKL/PPL, tugas dan langkah kerja peserta sampai pada penyusunan laporan yang mengacu pada panduan akademis Fakultas Ushuluddin dan Dakwah. Mahasiswa dalam penyusunan laporan agar tidak mengalami kebingungan dan kesulitan pada saat dilapangan selama mengikuti kegiatan KKL/PPL. Pengamatan dari setiap peserta dan penyusun sendiri, bahwa pelaksanaa KKL/PPL kemarin kurang dalam pencapaian tujuan. Kegiatan KKL/PPL kemarin lebih banyak muatan rekreasi dari pada edukasinya.
Tujuan kunjungan yang terlalu banyak dan dalam waktu yang sangat terbatas, yaitu 4 tempat dalam waktu sehari dirasa kurang efektif. Peserta kurang focus dan kurang detail dalam menggali informasi pada lembaga yang dikunjungi.

c.       PENUTUP
Mengucap syukur alhamdullillah, mulai dari pemberangkatan dan akhir dari kunjungan dalam kegiatan KKL/PPL ini memuncak pada penyelesaian laporan KKL/PPL. Peserta sangat menikmati dan mengucap syukur pada akhirnya kegiatan KKL/PPL dapat berjalan sesuai agenda dan peserta dapat menyusun laporan KKL/PPL sesuai dengan materi yang didapat dari setiap lembaga.










DAFTAR PUSTAKA

Acmadi, Asmoro. Filsafat dan Kebudayaan Jawa (Upacara membangun keselarasan ilam dan budaya jawa). Cedrawasih. Sukoharjo:2004.

Budiyono, Herusatoto. Simbolis Budaya Jawa. Hanandita Graham Wijaya. Yogyakarta:1985.

file://localhost/D:/file%20word/sam%20poo%20kong/Klenteng_Sam_Po_Kong. htm, di download Minggu, 28 Oktober 2012, 06. 16 PM.

Horvatq, Pilz evagertraad (Nyi Hidayu Hananingtiyas) Sesaji dan Wilujengan, tatacara-upacara Kraton Hadiningrat Surakarta. Suarakarta: Poeger. 2006.

Khadziq. Islam dan Budaya Lokal. Teras. Yogyakarta:2009.

Rama Sudiyatmana. Upacara Penganten (Tatacara-Kewilujengan). Semarang: Aneka. 1986.

Sudarto. Metodelogi Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo persada. 2002.
Koentjaraningrat, Prof. Dr. Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan. Gramedia, Jakarta.
Wawancara dengan tour guide Klenteng Sam Poo Kong dengan Bapak Rahmat.




[1]               Achmadi, Asmoro. Filsafat dan Kebudayaan Jawa(upacara membangun keselarasan islam dan budaya jawa). Cendrawasih. Sukoharjo:2004.
[2]               Budiyono, Herusatoto. Simbolis Budaya Jawa. Hanandita Graham Wijaya. Yogyakarta:1985.
[4] Wawancara dengan tour guide Klenteng Sam Poo Kong dengan Bapak Rahman.