TEORI KRITIS JURGEN HABERMAS
Oleh: Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih
A. PENDAHULUAN
Teori Kritis biasa juga
disebut dengan Teori Kritis Masyarakat adalah nama suatu cara berpikir dan sebuah aliran
filsafat yang berkembang di Institut fur Sozialforschung (Lembaga untuk Penelitian.Sosial) di
Frankfurt am Main, Jerman. Lembaga ini
didirikan tahun 1923 oleh Felix Weil, seorang sarjana ilmu politik dan anak
seorang pedagang gandum yang kaya raya. Lembaga ini bertujuan untuk mengadakan
pelbagai penelitian tentang masyarakat dengan maksud praktis, yang independen
dan mempunyai dasar finansial sendiri, agar dapat menyelidiki persoalan sosial
yang tidak ditangani oleh penelitian ilmiah pada waktu itu. Lembaga ini tidak
tergantung pada Universitas Frankfurt, walaupun beberapa anggotanya mengajar
pada universitas tersebut. Tokoh-tokoh institut ini mengembangkan suatu cara
berpikir yang khas, yang menjadi salah satu aliran besar dalam filsafat abad
ke-20 ini, maka mereka sering juga disebut Mazhab Frankfurt (Die
Frankfurter Schule)[1].
Tokoh Mazhab Frankfurt selain
Jurgen Habermas adalah Max Horkheimer (1895-1973), Theodor Adorno (1903-1969) dan
Herbert Marcuse (1898-1979). Bagi mereka, teori sebagai teori memainkan peranan
sosial, jadi teori bukan hanya refleksi atas realitas, melainkan dalam
melakukan refleksi dia menjadi bagian dari realitas itu sendiri. Jadi, teori dalam arti
tertentu menjadi kekuatan sosial justru sebagai teori. Teks yang paling mereka
pentingkan adalah
tesis ke-11 Marx tentang Feuerbach: "para filsuf hanya memberikan
interpretasi yang berbeda-beda terhadap dunia, yang sebetulnya lebih menentukan
adalah mengubah dunia".
Mazhab
Frankfurt termasuk dalam kategori Neo-Marxisme, selain Gyorgy Lukacs, Gramsci, Karl Korsch. Mereka tidak puas terhadap
Marxisme ortodoks. Kritik mereka terutama diarahkan pada determinisme ekonomi
yang sama sekali mengabaikan peranan kesadaran manusia dalam mengubah kenyataan
sosial. Erich Fromm pernah menjadi anggota Institut Penelitian Sosial Frankfurt,
dan kemudian meninggalkan institut tersebut. Pemikirannya tidak bisa dimasukkan
ke dalam Mazhab Frankfurt. Erich Fromm mengintegrasikan psikoanalisis dalam
Marxisme, tetapi tidak mengembangkan Teori Kritis seperti Theodor Wiesengrund Adorno,
Max Horkheimer dan Herbert Marcuse.
Secara umum,
pokok-pokok pikiran Teori Kritis adalah sebagai berikut:
1. Filsafat bukan hanya kontemplasi,
suatu perenungan tentang sesuatu yang jauh dari realitas kehidupan.
2. Filsafat seharusnya dapat mengubah
masyarakat, suatu upaya pembebasan manusia dari pembelengguan yang timbul
sebagai akibat dari pekerjaannya.
3. Objek analisis adalah masyarakat masa
kini, bukan masyarakat ketika Marx masih hidup.
4. Suatu aufklarung yang
menyingkap tabir kegelapan, upaya menyadarkan manusia tentang kemajuan semu
masyarakat industri yang dehumanisasi.
5. Menolak perubahan dengan cara
revolusioner, karena revolusi mengakibatkan hal-hal yang lebih “mengerikan” dan
suasana “represi” yang lebih jahat[2].
B. TEORI KRITIS
DAN JURGEN HABERMAS.
Jurgen Habermas adalah tokoh terakhir dan terbesar dari Mazhab Frankfurt
dan baru meninggal pada tahun 2009. Pada saat Mazhab Frankfurt secara
kelembagaan telah bubar, Habermas tetap melanjutkan dan menyelesaikan proyek
pokok Teori Kritis melalui diskusi dan dialog dengan hampir semua aliran
filsafat dewasa ini. Mazhab
Frankfurt awal, menurut Habermas, terlalu sepihak ketika menanggapi situasi
yang berubah. Bagi Habermas yang diperlukan bukan hanya kritik terhadap ilmu
dan teknologi, namun kri-tik atas totalisasi, kritik atas identifikasi dengan
kese-luruhan rasionalitas[3].
Sebagai pewaris yang
melanjutkan tradisi Mazhab Frankfurt, ia menegaskan bahwa:
a) Teori tidak dapat dilepaskan dari
praksis.
b) Pengetahuan tidak bebas nilai. Sikap
teoritis selalu diresapi dan dijuruskan oleh kepentingan tertentu.
c) Teori Kritis disebut sebagai
"Teori Tindakan Komunikatif" (Theory of Communicative Action).
Habermas seringkali disebut generasi kedua
Mazhab Frankfurt. Habermas bertolak dari program
yang dirumuskan oleh
Max Horkheimer, yakni
mengembangkan sebuah teori masyarakat yang kritis sebagai kritik, menjadi
praksis perubahan sosial.
Habermas
meneruskan “Proyek Pencerahan”, meningkatkan kebebasan dengan mengajak manusia
untuk berani berpikir sendiri. Modernitas menurutnya adalah proyek yang
belum selesai dan cacat-cacatnya (anomie, penyakit jiwa, alienasi dsbnya) harus
diatasi dengan pencerahan lebih
lanjut melalui "rasio
komunikatif". Habermas mengubah paradigma kerja dalam Teori
Kritis menjadi paradigma komunikasi.
Sebetulnya, kunci untuk
memahami pemikiran Habermas adalah
distingsinya antara dunia kehidupan (Lebenswelt) dan sistem (System). Pengertian dunia kehidupan (lebenswelt) adalah "cakrawala kepercayaan-kepercayaan latar belakang intersubyektif di dalamnya setiap proses komunikasi selalu sudah tertanam”. Setiap orang berkomunikasi dan bertindak dalam sebuah "dunia kehidupan", artinya ia hidup dalam sebuah alam bernakna yang dimiliki bersama dengan komunitasnya, yang terdiri atas pandangan dunia, keyakinan-keyakinan moral, dan nilai-nilai bersama. Akan tetapi, masyarakat bukan. hanya sebuah komunitas komunikatif, masyarakat juga merupakan sebuah "sistem". Sistem adalah segala macam institusi dan peraturan yang menata kehidupan bermasyarakat. Tujuan sistemisasi adalah untuk meringankan beban komunikasi. Wilayah kehidupan yang ditata dalam sebuah sistem, tidak perlu didiskursuskan terus-menerus.
distingsinya antara dunia kehidupan (Lebenswelt) dan sistem (System). Pengertian dunia kehidupan (lebenswelt) adalah "cakrawala kepercayaan-kepercayaan latar belakang intersubyektif di dalamnya setiap proses komunikasi selalu sudah tertanam”. Setiap orang berkomunikasi dan bertindak dalam sebuah "dunia kehidupan", artinya ia hidup dalam sebuah alam bernakna yang dimiliki bersama dengan komunitasnya, yang terdiri atas pandangan dunia, keyakinan-keyakinan moral, dan nilai-nilai bersama. Akan tetapi, masyarakat bukan. hanya sebuah komunitas komunikatif, masyarakat juga merupakan sebuah "sistem". Sistem adalah segala macam institusi dan peraturan yang menata kehidupan bermasyarakat. Tujuan sistemisasi adalah untuk meringankan beban komunikasi. Wilayah kehidupan yang ditata dalam sebuah sistem, tidak perlu didiskursuskan terus-menerus.
Magnis Suseno mengambil contoh, andaikata setiap hari,
jam dan materi kuliah harus didialogkan
bersama oleh mahasiswa dan dosen, semua akan segera lelah.
Tetapi dengan ditetapkannya sebuah sistem, yang mengatur
jadwal kuliah dan materinya, mereka akan lebih mudah mengikutinya. Contoh ini
memperlihatkan bagaimana rasionalitas sistem berhubungan dengan
rasionalitas dunia kehidupan. Rasionalitas sistem adalah rasionalitas sasaran: jadwal misalnya ditetapkan sesuai dengan
sasarannya, yaitu rnembuat perkuliahan menjadi semakin
lancar. Rasionalitas itu instrumental: tujuannya adalah
efisiensiperkuliahan.Tetapi agar sistem
itu diterima (oleh mahasiswa dan dosen), rasionalitasnya harus dibenarkan
sesuai dengan norma-nonna dunia kehidupan.
Artinya, para mahasiswa dan dosen harus bisa memahami mengapa peraturan itu
perlu. Di lain segi, agar masyarakat menerima sistem yang
semakin kompleks ini, dunia kehidupannya harus semakin menjadi rasional. Rasionalisasi dunia kehidupan berarti bahwa semakin
banyak bidang tidak lagi dihayati dan ditata menurut
adat, tradisi atau otoritas tradisional, melainkan menurut kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan dalam sebuah diskursus bersama[4].
Habermas
juga menyadari
adanya dua patologi
modernitas. Pertama, terbentuknya
dua subsistem yang semakin tidak terkuasai dan semakin
menjajah dunia kehidupan,
yakni: ekonomi pasar (uang)
dan kekuasaan
administratif (negara birokratis). Habermas berpendapat bahwa, masyarakat modern semakin mengarahkan tindakannya pada pertimbangan ekonomis dan penyesuaian pragmatis. Hubungan antar manusia menjadi komoditi yang bisa diperjual-belikan.
Begitu juga apapun yang ditata oleh negara diikuti begitu saja. Contohnya, abortus
diijinkan dalam undang-undang, maka banyak orang yang sebelumnya menganggap
abortus sebagai dosa akan menganggapnya bukan apa- apa, karena "negara
sudah mengijinkannya".
Kedua,
sikap terhadap alam, moralitas (sikap terhadap manusia) dan seni tidak lagi
menyatu. Banyak orang menerima begitu saja dekrit-dekrit para ahli, padahal
diskursus-diskursus para ahli tersebut tidak dapat diikuti oleh orang biasa. Dapat ditambah, bahwa kelompok para ahlipun
rentan terhadap komersialisasi dan pelacuran oportunitas politik.
Menurut Habermas, Theory of Communicative Action (1982) dengan pembahasan utamanya bahwa tindakan komunikatif dapat mempertahankan
celah-celah keterbukaan melawan penjajahan rasionalitas sistem.
C. TEORI TINDAKAN KOMUNIKATIF
Menurut Habermas, Teori Tindakan Komunikatif (Theory of Communicative
Action) me-miliki empat macam klaim:
1. Klaim kebenaran (truth),
sepakat tentang dunia alamiah dan objektif.
2. Klaim ketepatan (rightness),
sepakat tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia sosial.
3. Klaim autensitas/kejujuran (sincerety),
sepakat tentang kesesuaian antara dunia batiniah dan ekspresi seseorang.
4. Klaim komprehensibilitas (comprehensibility), menjelaskan macam-macam
klaim itu dan mencapai kesepakatan atasnya
Penjelasannya sebagai berikut, bahwa dalam setiap komunikasi itu para
partisipan ingin membuat mitranya memahami maksudnya dengan berusaha mencapai
klaim-klaim kesahihan (validity claims). Supaya komunikasi dapat
berhasil maka manusia harus berbicara dengan jelas, benar, jujur dan tepat.
- Jelas artinya mengungkapkan dengan tepat apa yang dimaksud.
- Benar artinya apa yang dikatakan adalah apa yang diungkapkan.
- Jujur artinya tidak bohong.
- Tepat artinya sesuai dengan norma-norma yang diandaikan bersama. Manusia yang mampu berkomunikasi dalam arti
menghasilkan klaim-klaim tersebut diatas, disebutnya memiliki kompetensi
komunikatif.
Perbedaan Habermas dengan
para pendahulunya ialah Habermas menyajikan sebuah distingsi yang
akan mendasari seluruh karyanya kemudian.
Habermas membedakan antara pekerjaan dan komunikasi/interaksi yang
dijadikan sebagai proyek besar pertamanya. Keduanya tidak
sama. Pekerjaan adalah tindakan instrumental, jadi tindakan
yang merupakan sarana
untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan
tujuan komunikasi adalah
saling pengertian (mutual
understanding)[5].
Dengan membedakan dua dimensi kehidupan masyarakat. Habermas dapat membedakan antara kemajuan dalam dimensi sosial dan dalam dimensi rasional teknis. Masyarakat adalah dunia kehidupan sosial di satu pihak dan kumpulan sub sistem-sistem teknis di lain pihak. Dua-duanya dibangun melalui tindakan sosial. Tetapi tindakan sosial sendiri dibagi ke dalam tindakan demi sasaran dan demi pemahaman.
Dengan membedakan dua dimensi kehidupan masyarakat. Habermas dapat membedakan antara kemajuan dalam dimensi sosial dan dalam dimensi rasional teknis. Masyarakat adalah dunia kehidupan sosial di satu pihak dan kumpulan sub sistem-sistem teknis di lain pihak. Dua-duanya dibangun melalui tindakan sosial. Tetapi tindakan sosial sendiri dibagi ke dalam tindakan demi sasaran dan demi pemahaman.
Tindakan demi sasaran,
dibagi lagi menjadi tindakan strategis (diarahkan pada manusia) dan instrumental
(diarahkan pada alam). Perbedaan
utama tindakan strategis dan tindakan komunikatif adalah yang satu bersifat
monologis, sedangkan yang lain bersifat dialogis. Tindakan
demi pemahaman dapat
ditemukan secara khas dalam komunikasi antar manusia. Habermas menyatakan
bahwa dalam setiap tindakan komunikatif ini terjadi suatu ideal role taking
artinya setiap partisipan mengambil alih peran partisipan yang lain. Dengan mengambil alih peran orang lain, kita dapat merefleksikan
diri kita sendiri dan mengarahkan proses komunikasi.
[1]
Kees Bertens, Filsafat Barat Abad XX, (Jakarta, Gramedia, 1983), h.176.
[2] Misnal
Munir, Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer, (Yogyakarta: Lima, 2008), h.69.
[3] Ibid.,
h.77.
[4] Jost
Kokoh Prihatanto, Membaca pemikiran Jurgen Habermas dalam Beteng Vredeburg
(Yogyakarta: Tanpa penerbit, 2005), h.3.
[5] Ibid.,
h.4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar