Rabu, 16 Juli 2014

TEOLOGI KRITIS JURGEN. HARBERMAS oleh Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih



TEORI KRITIS JURGEN HABERMAS
Oleh: Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih

A. PENDAHULUAN
Teori Kritis biasa juga disebut dengan Teori Kritis Masyarakat adalah nama suatu cara berpikir dan sebuah aliran filsafat yang berkembang di Institut fur Sozialforschung (Lembaga untuk Penelitian.Sosial) di Frankfurt am Main, Jerman. Lembaga ini didirikan tahun 1923 oleh Felix Weil, seorang sarjana ilmu politik dan anak seorang pedagang gandum yang kaya raya. Lembaga ini bertujuan untuk mengadakan pelbagai penelitian tentang masyarakat dengan maksud praktis, yang independen dan mempunyai dasar finansial sendiri, agar dapat menyelidiki persoalan sosial yang tidak ditangani oleh penelitian ilmiah pada waktu itu. Lembaga ini tidak tergantung pada Universitas Frankfurt, walaupun beberapa anggotanya mengajar pada universitas tersebut. Tokoh-tokoh institut ini mengembangkan suatu cara berpikir yang khas, yang menjadi salah satu aliran besar dalam filsafat abad ke-20 ini, maka mereka sering juga disebut Mazhab Frankfurt  (Die Frankfurter Schule)[1].
Tokoh Mazhab Frankfurt selain Jurgen Habermas adalah Max Horkheimer (1895-1973), Theodor Adorno (1903-1969) dan Herbert Marcuse (1898-1979). Bagi mereka, teori sebagai teori memainkan peranan sosial, jadi teori bukan hanya refleksi atas realitas, melainkan dalam melakukan refleksi dia menjadi bagian dari realitas itu sendiri. Jadi, teori dalam arti tertentu menjadi kekuatan sosial justru sebagai teori. Teks yang paling mereka pentingkan adalah tesis ke-11 Marx tentang Feuerbach: "para filsuf hanya memberikan interpretasi yang berbeda-beda terhadap dunia, yang sebetulnya lebih menentukan adalah mengubah dunia".
Mazhab Frankfurt termasuk dalam kategori Neo-Marxisme, selain Gyorgy  Lukacs, Gramsci, Karl Korsch. Mereka tidak puas terhadap Marxisme ortodoks. Kritik mereka terutama diarahkan pada determinisme ekonomi yang sama sekali mengabaikan peranan kesadaran manusia dalam mengubah kenyataan sosial. Erich Fromm pernah menjadi anggota Institut Penelitian Sosial Frankfurt, dan kemudian meninggalkan institut tersebut. Pemikirannya tidak bisa dimasukkan ke dalam Mazhab Frankfurt. Erich Fromm mengintegrasikan psikoanalisis dalam Marxisme, tetapi tidak mengembangkan Teori Kritis seperti Theodor Wiesengrund Adorno, Max Horkheimer dan Herbert Marcuse.
Secara umum, pokok-pokok pikiran Teori Kritis adalah sebagai berikut:
1.      Filsafat bukan hanya kontemplasi, suatu perenungan tentang sesuatu yang jauh dari realitas kehidupan.
2.      Filsafat seharusnya dapat mengubah masyarakat, suatu upaya pembebasan manusia dari pembelengguan yang timbul sebagai akibat dari pekerjaannya.
3.      Objek analisis adalah masyarakat masa kini, bukan masyarakat ketika Marx masih hidup.
4.      Suatu aufklarung yang menyingkap tabir kegelapan, upaya menyadarkan manusia tentang kemajuan semu masyarakat industri yang dehumanisasi.
5.      Menolak perubahan dengan cara revolusioner, karena revolusi mengakibatkan hal-hal yang lebih “mengerikan” dan suasana “represi” yang lebih jahat[2].

B. TEORI KRITIS DAN JURGEN HABERMAS.
Jurgen Habermas adalah tokoh terakhir dan terbesar dari Mazhab Frankfurt dan baru meninggal pada tahun 2009. Pada saat Mazhab Frankfurt secara kelembagaan telah bubar, Habermas tetap melanjutkan dan menyelesaikan proyek pokok Teori Kritis melalui diskusi dan dialog dengan hampir semua aliran filsafat dewasa ini. Mazhab Frankfurt awal, menurut Ha­bermas, terlalu sepihak ketika menanggapi situasi yang berubah. Bagi Habermas yang diperlukan bukan hanya kritik terhadap ilmu dan teknologi, namun kri-tik atas totalisasi, kritik atas identifikasi dengan kese-luruhan rasionalitas[3].
Sebagai pewaris yang melanjutkan tradisi Ma­zhab Frankfurt, ia menegaskan bahwa:
a)      Teori tidak dapat dilepaskan dari praksis.
b)      Pengetahuan tidak bebas nilai. Sikap teoritis selalu diresapi dan dijuruskan oleh kepentingan tertentu.
c)      Teori Kritis disebut sebagai "Teori Tindakan Komunikatif" (Theory of Communicative Action).
Habermas seringkali disebut generasi  kedua  Mazhab  Frankfurt. Habermas  bertolak dari    program   yang    dirumuskan  oleh    Max    Horkheimer, yakni mengembangkan sebuah teori masyarakat yang kritis sebagai kritik, menjadi praksis   perubahan   sosial.  Habermas meneruskan “Proyek Pencerahan”, meningkatkan kebebasan dengan mengajak manusia untuk berani berpikir sendiri. Modernitas menurutnya adalah proyek yang belum selesai dan cacat-cacatnya (anomie, penyakit jiwa, alienasi dsbnya) harus diatasi dengan   pencerahan   lebih   lanjut melalui "rasio   komunikatif".   Habermas mengubah paradigma kerja dalam Teori Kritis menjadi paradigma komunikasi.
Sebetulnya, kunci untuk memahami pemikiran Habermas adalah
disti
ngsinya antara dunia kehidupan (Lebenswelt) dan sistem (System). Pengertian dunia kehidupan (lebenswelt) adalah "cakrawala kepercayaan-kepercayaan latar belakang intersubyektif di dalamnya setiap proses komunikasi selalu sudah tertanam”. Setiap orang berkomunikasi dan bertindak dalam  sebuah "dunia kehidupan", artinya ia hidup dalam sebuah alam bernakna yang dimiliki bersama dengan komunitasnya, yang terdiri atas pandangan dunia, keyakinan-keyakinan moral, dan nilai-nilai bersama. Akan tetapi, masyarakat bukan. hanya sebuah komunitas komunikatif, masyarakat juga merupakan sebuah "sistem". Sistem adalah segala macam institusi dan peraturan yang menata kehidupan bermasyarakat. Tujuan sistemisasi adalah untuk meringankan beban komunikasi. Wilayah kehidupan yang ditata dalam sebuah sistem, tidak perlu didiskursuskan terus-menerus.
Magnis Suseno mengambil contoh, andaikata setiap hari, jam dan materi kuliah harus didialogkan bersama oleh mahasiswa dan dosen, semua akan segera lelah. Tetapi dengan ditetapkannya sebuah sistem, yang mengatur jadwal kuliah dan materinya, mereka akan lebih mudah mengikutinya. Contoh ini memperlihatkan bagaimana rasionalitas sistem berhubungan dengan rasionalitas dunia kehidupan. Rasionalitas sistem adalah rasionalitas sasaran: jadwal misalnya ditetapkan sesuai dengan sasarannya, yaitu rnembuat perkuliahan menjadi semakin lancar. Rasionalitas itu instrumental: tujuannya adalah efisiensiperkuliahan.Tetapi agar  sistem itu diterima (oleh mahasiswa dan dosen), rasionalitasnya harus dibenarkan sesuai dengan norma-nonna dunia kehidupan. Artinya, para mahasiswa dan dosen harus bisa memahami mengapa peraturan itu perlu. Di lain segi, agar masyarakat menerima sistem yang semakin kompleks ini, dunia kehidupannya harus semakin menjadi rasional. Rasionalisasi dunia kehidupan berarti bahwa semakin banyak bidang tidak lagi dihayati dan ditata menurut adat, tradisi atau otoritas tradisional, melainkan menurut kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan dalam sebuah diskursus bersama[4].

Habermas juga menyadari adanya dua patologi modernitas. Pertama, terbentuknya dua subsistem yang semakin tidak terkuasai dan semakin   menjajah dunia   kehidupan,  yakni:  ekonomi pasar (uang)  dan kekuasaan administratif (negara birokratis). Habermas berpendapat bahwa, masyarakat modern semakin mengarahkan  tindakannya pada pertimbangan ekonomis dan penyesuaian pragmatis. Hubungan antar manusia menjadi komoditi yang bisa diperjual-belikan. Begitu juga apapun yang ditata oleh negara diikuti begitu saja. Contohnya, abortus diijinkan dalam undang-undang, maka banyak orang yang sebelumnya menganggap abortus sebagai dosa akan menganggapnya bukan apa- apa, karena "negara sudah mengijinkannya".
Kedua, sikap terhadap alam, moralitas (sikap terhadap manusia) dan seni tidak lagi menyatu. Banyak orang menerima begitu saja dekrit-dekrit para ahli, padahal diskursus-diskursus para ahli tersebut tidak dapat diikuti oleh orang biasa. Dapat ditambah, bahwa kelompok para ahlipun rentan terhadap komersialisasi dan pelacuran oportunitas politik.
Menurut Habermas, Theory of Communicative Action (1982) dengan pembahasan utamanya bahwa tindakan komunikatif dapat mempertahankan celah-celah keterbukaan melawan penjajahan rasionalitas sistem.

C. TEORI TINDAKAN KOMUNIKATIF
Menurut Habermas, Teori Tindakan Komunikatif (Theory of Communicative Action) me-miliki empat macam klaim:
1.      Klaim kebenaran (truth), sepakat tentang dunia alamiah dan objektif.
2.      Klaim ketepatan (rightness), sepakat tentang pelaksanaan norma-norma dalam dunia sosial.
3.      Klaim autensitas/kejujuran (sincerety), sepakat tentang kesesuaian antara dunia batiniah dan ekspresi seseorang.
4.  Klaim komprehensibilitas  (comprehensibility), menjelaskan  macam-macam  klaim  itu  dan mencapai kesepakatan atasnya
Penjelasannya sebagai berikut, bahwa dalam setiap komunikasi itu para partisipan ingin membuat mitranya memahami maksudnya dengan berusaha mencapai klaim-klaim kesahihan (validity claims). Supaya komunikasi dapat berhasil maka manusia harus berbicara dengan jelas, benar, jujur dan tepat.
- Jelas artinya mengungkapkan dengan tepat apa yang dimaksud.
- Benar artinya apa yang dikatakan adalah apa yang diungkapkan.
- Jujur artinya tidak bohong.
- Tepat artinya sesuai dengan norma-norma yang diandaikan bersama. Manusia yang mampu berkomunikasi dalam arti menghasilkan klaim-klaim tersebut diatas, disebutnya memiliki kompetensi komunikatif.
Perbedaan Habermas dengan para pendahulunya ialah Habermas  menyajikan sebuah   distingsi   yang   akan    mendasari   seluruh karyanya    kemudian.  Habermas membedakan antara pekerjaan dan komunikasi/interaksi yang dijadikan sebagai proyek besar pertamanya. Keduanya tidak sama. Pekerjaan adalah tindakan instrumental, jadi tindakan  yang  merupakan  sarana  untuk  mencapai tujuan tertentu.   Sedangkan   tujuan   komunikasi   adalah   saling   pengertian (mutual understanding)[5].
             Dengan membedakan dua dimensi kehidupan masyarakat. Habermas dapat
membedakan antara kemajuan dalam dimensi sosial dan dalam dimensi rasional teknis. Masyarakat adalah dunia kehidupan sosial di satu pihak dan kumpulan sub sistem-sistem teknis di lain pihak. Dua-duanya dibangun melalui tindakan sosial. Tetapi tindakan sosial sendiri dibagi ke dalam tindakan demi sasaran dan demi pemahaman.
Tindakan demi sasaran, dibagi lagi menjadi tindakan strategis (diarahkan pada manusia)   dan   instrumental  (diarahkan   pada alam). Perbedaan utama tindakan strategis dan tindakan komunikatif adalah yang satu bersifat monologis, sedangkan yang lain bersifat dialogis.   Tindakan   demi pemahaman dapat ditemukan secara  khas dalam  komunikasi antar manusia. Habermas menyatakan bahwa dalam setiap tindakan komunikatif ini terjadi suatu ideal role taking artinya setiap partisipan mengambil alih peran partisipan yang lain. Dengan mengambil alih peran orang lain, kita dapat merefleksikan diri kita sendiri dan mengarahkan proses komunikasi.




[1] Kees Bertens, Filsafat Barat Abad XX, (Jakarta, Gramedia, 1983), h.176.

[2] Misnal Munir, Aliran-Aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer, (Yogyakarta: Lima, 2008), h.69.
[3] Ibid., h.77.
[4] Jost Kokoh Prihatanto, Membaca pemikiran Jurgen Habermas dalam Beteng Vredeburg (Yogyakarta: Tanpa penerbit, 2005), h.3.
[5] Ibid., h.4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar