Rabu, 16 Juli 2014

logika mantiq (analogi)



ANALOGI

A.     PENDAHULUAN
Setelah kemarin kita membahas  tentang generalisasi, kami sekarang akan menccoba membahas tentang analogi. Semua kata dan semua kalimat membutuhkan sebuah penjelasan dan penyimpulan, agar kata atau kalimat mudah di pahami, mengerti bahkan tau maksud apa tujuan yang di sampaikan dari kata, ide dan gagasan tersebut.
Maka dari ini kami akan menjelaskan bagaimana analogi itu, macam-macamnya, cara menilai analogi dan analogi yang baik dan buruk (pinjang).

B.     PEMBAHASAN
1.      Pengertian analogi
Analog dalam bahasa Indonesia ialah ‘kias’(Arab,qasa = mengukur, membandingkan). Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain dan dua hal itu di bandingkan yang satu dengan yang lain. Contoh, kalau kambing dibandingkan dengan sapi, maka kedua-duanya adalah binatang, akan tetapi yang satu berbeda dengan yang lainya, dari warna, besarnya dan sebagainya[1].
Dalam penyimpulan generalisasikita bertolak dari sejumlah peristiwa pada peyimpulan, analaog kita bertolak pada dari satu atau sejumlah peristiwa menuju kepada satu peristiwa lain yang sejanis. Apa yang terdapat pada fenomena peristiwa pertama, disimpulkan terdapat pula pada peristiwa yang yang lain, karena keduanya mempunyai persamaan prinsipal.
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejanis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain. Dengan demikian dalam setiap tindakan penyimpulan analogi terdapat tiga unsure yaitu pristiwa pokok yang menjadi dasar analogi, persamaan prinsipal yang menjadi  pengikat dan ketiga, fenomena yang akan dianalogkan. Contoh, jika kita membeli hp (peristiwa), dan kita merasa hp itu wantek dan aplikasinya lengkap (fenomena yang dianalogkan), karena hp yang dulu dibeli dikonter yang sama (persamaan peinsipal) wantek dan aplikasinya lengkap maka penyimpulan serupa adalah penalaran analogi.    
2.      Macam-macam analogi
Analog dibagi menjadi dua bentuk, sebagai berikut:
a.      Analog induktif
Adalah analog yang disusun berdasarkan persamaan principal yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Benruk argumen ini sebagaimana generalisasi tidak pernah menghasilkan kebenaran mutlak.[2]
Analogi induktif  tidak hanya menunjukkan persamaan diantara dua hal yang berbeda, akan tetapi menarik kesimpulan atas dasar persamaan itu. Contoh dari sajak chairil anwar:
 “Aku ini binatang jalang
dari kumpulannya terbuang……..”
bukan sekedar perumpamaan, akan tetapi suatu penalaran yang didasarkan analogi. Disini Chairil tidak hanya menbuat perbandingan diantara dirinya sendiri dengan binatang jalang, akan tetapi juga menarik kesimpulan atas dasar analogi itu yaitu: (aku ini) dari kumpulannya terbuang. Prinsip yang menjadi dasar penalaran analogi induktif ini dapat disimpulkaan demikian:
karena D itu analog dengan A,Bdan C, maka apa yang berlaku untuk A,B dan C dapat diharapkan juga akan berlaku untuk D.
Jadi analogi induktif tidak hanya menunjukkan persamaan diantara dua hal yng berbeda, akan tetapi menarik kesimpulan atas dasar persamaan itu. Chairil tidak hanya membandigkan dirinya dengan binatang jalang, akan tetapi karena binatang jalang itu selalu diasingkan oleh kumpulannya, maka disimpulkannya pula, aku pun terbuang dari kumpulanku.
Berbeda dengan generalisasi induktif yang konklusinya berupa proposisi universal, konklusi analogi induktif tidak selalu berupa proposisi universal, akan tetapi tergantung pada sunyek-subyek yang diperbandingkan dalam analogi. Dan subyek itu dapat individu, particular, atupun universal. [3] 
b.      Analogi deklaratif
Merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Sejak zaman dahulu analogi deklaratif merupakan cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan masalah yang hendak diterangkan. [4]
Analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Sebagai penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan. Seperti contoh seorang pujangga cinta dibawah ini:
“Sulur-sulur hijau membangkitkan kenanganku kepada tubuhmu,
Pada mata kijang terkejut kulihat main matamu,
Melihat bulan kuingat kepada sinar pipimu,
Rabutmu kulihat pada ekor merak,
Pada riak sungai yang tenang kulihat permainan keningmu.”
3.      Cara menilai analogi
Sebagaimana generalisasi, keterpercayaannya tergantung kepada terpenuhi tidaknya alat-alat ukur, demikian pula analogi. Untuk mengukur derajat keterpcayaan sebuah analogi dapat diketahui dengan cara berikut ini:
a.       Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogkan. Semakin besar peristiwa sejanis yang dianalogkan, semakin besar pula taraf kepercayaannya. Contoh, suatu ketika umi makan diwarung si- A dan teryata umi kecewa dengan masakannya yang tidak enak, maka atas dasar analog umi meyarankan kepada kawannya untuk tidk makan di warung si-A. analog umi menjadi semakin kuat ketika nisa juga merasakan hal yang sama, dan analognya menjadi semakin kuat lagi ketika semua temannya juga mengalami hal yang serupa.
b.      Sedikit banyaknya asperk-aspek yang menjadi dasar analogi. Seperti contoh tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko. Bahwa sepatu yang baru saj kita beli akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu dibeli ditoko yang sama juga awet dan enak dipakai.
c.       Sifat dari analog yang kita buat. Apabila sugi mempunyai mobil dan satu liter bahan bakarnya dapat menempuh 10km, kemudian dia menyimpulkan bahwa mobilnya naim yang sama dengan mobilnya juga bisa menempuh jarak 10 km tiap satu liternya, maka analog demikia cukup kuat. Analog ini akan lebih kuat jika sugi mengatakan bahwa mobil naim akan menempuh 8 km setiap liter bahan bakarnya. Dan menjadi lemah jika sugi mengatakan bahwa mobil naim akan menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya. Jadi semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin kuat analog itu.
d.      Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan. Semakin banyak pertimbangan atas unsur-unsurnya yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya.kongklusi yang kita ambil adalah awang pendatang baru di IAIN Surakarta akan menjadi sarjana yang ulung karena beberapa tamatan dari IAIN juga merupakan sarjana ulung. Analog ini menjadi lebih kuat jika kita mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan sebelumnya.
e.       Relevan dan tidaknya masalah yang dianalogkan. Bila tidak relevan sudah tentu analognya tidak kuat dan bahkan bisa gagal. Kita menyimpulkan bahwa leptop yang saya beli batrenya bisa bertahan selama 3 jam, berdasarkan analog leptopnya hasna yang sama modelnya, serinya, ternyata batrenya dapat bertahan 3 jam. Maka analog serupa adalah analog yang tidak relevan, seharusnya utuk menyimpulkan demikian harus didasarkan atasa unsur-unsur yang relevan yaitu banyaknya aplikasi, dan yang lainnya.
Analog yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat dari pada analog yang medasarkan pada selusin persamaan yang tidak relevan. Penyimpulan seorang dosen untuk mengatasi mahasiswa D adalah sebagaimana yang telah dilakukan terhadap mahasiswa A karena kedua-duanya mempunyai masalah yang sama dan latar belakang pendidikan yang sama, pernyataan ini jauh lebih kuat dibanding jika mendasarkan pada persamaan lebih banyak tetapi tidak relevan, seperti karena sepeda motornya yang sama, satu kost, filem yang disukai dan seterusnya.
Analog yang relevan bisanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal. Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan, kita mengetahui bahwa sambungan rel kereta api dibuat tidak dapat untuk menjaga kemungkinan mengembangnya bila kena panas, rel tetap pada posisinya, maka kita akan mendapat kemanatapan yang kuat bahwa rangka rumah yang kita buat dari kerangka besi juga akan lepas dari bahaya melengkung bila kena panas, karena tukang sudah memberi jarak pada tiap sambungannya. Disini kita hanya mendasarkan pada satu hubungan kausal bahwa besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat antara dua sambungan besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung. Namun begitu analog yang bersifat kausal memberikan keterpecayaan yang kokoh.     
4.      Analogi yang pincang
Meskipun analog merupakan corak penalaran yang popular, manun tidak semua penalaran merupakan penalaran induktif yang benar. Ada maslah yang tidak memenuhi syarat atau tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi kita menunjukkan kekeliruannya. Keliuran ini terjadi karena membuat persamaan yang tidak tepat.
Kekeliruan pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif, contohnya:
Saya heran mengapa orang takut bepergian dengan pesawat terbang, karena terjadi kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit memakan korban. Bila demikian orang jangan tidur hampir semua manusia menemui ajalnya ditempat tidur.
Disini naik pesawat ditakuti karena sering menimbulkan petaka yang menyebabkan kematian. Sedangkn orang tidak takut tidur di tempat tidur karena jarang sekali atau boleh dikatakan tidak ada orang menemui ajalnya karena kecelakaan tempat tidur. Orang meninggal di tempat tidur bukan disebabkan karena kecelakaan tempat tidur tetapi karena penyakit yang diidapnya.
Kekeliruan kedua adalah pada analogi deklaratif, misalnya:
Khutbah itu tidak perlu diterjemahkan dalam bahasa kita, biar dengan bahasa aslinya, yaitu Arab. Bila diterjemahkan dalam bahasa kita tidak bagus lagi sebagaimana kopi susu dicampur terasi. Kopi susu sendiri sudah lezat dan bila kita campur dengan terasi tidak bisa diminum bukan? Karena itulah saya tidak mau khutbah dengan terjemahan karena saya tahu saudara semua tidak mau minum kopi susu yang dicampur dengan terasi.
Disini pembicara yang dikritik khutbahnya karena selalu mengunakan bahasa Arab membuat pembelaan bahwa khutbah dengan terjemahan adalah sebagaimana kopi susu dicampur terasi. Sekilas pembelan ini benar, tetapi bila kita amati mengandung kekeliruan yang serius.  Analogi yang digunakan timpang karena hanya mempertimbangkan kedudukan bahasa Arab dan bahasa terjemah. Padahal ada yang lebih penting dari hal itu yang harus diperhatikan yaitu pemmahaman pendengar. Apakan dengan bahasa Arab tujuan khutbah menyampaikan pesan bisa dimengerti oleh sebagian besar pendengar? Alasan pembicara diatas dapat dibantah dengan analogi yang tidak pincang, misalnya:
Berkhutbah mengunakan bahasa yang tidak bisa dimengerti oleh pendengar sama halnya dengan member kalung emas pada ekor ayam. Ukankah ayam suka diberi beras daripada diberi kalung. Ayam akan memilih beras sebagaimana pendengar tentu akan memilih khutbah dengan bahasa yang dimengerti.  [5]
C.     KESIMPULAN
Dari pemaparan pemakalah kami di atas, kami akan mencoba menyimpulkan sedikit tentang analogi. Analogi adalah suatu perbandingan yang dipakai untuk mencoba membuat suatu idea dapat dipercaya atau guna membuat suatu konsep yang sulit menjadi jelas. Analog ini kadang-kadang juga di sebut analogi induktif yang dimana proses penalarannya dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang lain.
Analogi ada 2, yaitu analogi induktif, analogi yang disusun berdasarkan persamaan prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan apa yang ada pada fenomena pertama yang akan terjadi pula pada fenomena kedua. Analogi deklaratif yaitu merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan Sesuatu yang belum di kenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah di kenal.
Analogi juga mempunyai cara-cara tersendiri untuk memahaminya, yaitu sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan, sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi, sifat dari analogi yang kita buat, mempertimbangkan ada tidaknya unsure-unsur yang berbeda pada peristiwa yang di analogikan dan relevan tidaknya masalah yang akan di analogikan.
Analogi kadang-kadang juga ada yang tidak benar atau disebut palsu bahkan juga dikatakan pincang bila mana analogi tersebut yang akan mencoba membandingkan ide dan gagasan lain yang tidak ada hubungannya dengan ide atau gagasan tersebut, analogi seperti ini bisa membuat orang yang memahami sesuatu menjadi salah arah atau tujuan.
 
    
D.    DAFTAR PUSTAKA
Mundiri, 1994, logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Soekadijo, 1983, Logika Dasar, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Poespoprodjo, 2006, Logika Ilmu Menalar. Bandung: CV Pustaka Grafika.











ANALOGI

logo iain











Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah
LOGIKA MANTIQ
Dr. H. AMIR HUFRON


Disusun Oleh:
SUGIYANTO
SITI MUNIRATUN NA’IM
UMI HANIFAH


AQIDAH FILSAFAT
JURUSAN USHULUDDIN
FAKULTAS USHULUDDIN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2011










[1]  Soekadijo, logika dasar , Jakarta, PT gramedia pustaka utama, 1983, hal. 139
[2]  Mundiri, logika, Jakarta, PT rajagrafindo persada, 1994, hal. 137
[3] Ibid, hal 140
[4] Ibid, hal 137
[5] Ibid, hapoespoprodl 137-143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar