ANALOGI
A.
PENDAHULUAN
Setelah
kemarin kita membahas tentang
generalisasi, kami sekarang akan menccoba membahas tentang analogi. Semua kata
dan semua kalimat membutuhkan sebuah penjelasan dan penyimpulan, agar kata atau
kalimat mudah di pahami, mengerti bahkan tau maksud apa tujuan yang di sampaikan
dari kata, ide dan gagasan tersebut.
Maka
dari ini kami akan menjelaskan bagaimana analogi itu, macam-macamnya, cara
menilai analogi dan analogi yang baik dan buruk (pinjang).
B.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian analogi
Analog dalam bahasa Indonesia ialah ‘kias’(Arab,qasa = mengukur,
membandingkan). Berbicara tentang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang
berlainan, yang satu bukan yang lain dan dua hal itu di bandingkan yang satu
dengan yang lain. Contoh, kalau kambing dibandingkan dengan sapi, maka
kedua-duanya adalah binatang, akan tetapi yang satu berbeda dengan yang lainya,
dari warna, besarnya dan sebagainya[1].
Dalam penyimpulan generalisasikita bertolak dari sejumlah peristiwa
pada peyimpulan, analaog kita bertolak pada dari satu atau sejumlah peristiwa
menuju kepada satu peristiwa lain yang sejanis. Apa yang terdapat pada fenomena
peristiwa pertama, disimpulkan terdapat pula pada peristiwa yang yang lain,
karena keduanya mempunyai persamaan prinsipal.
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses
penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejanis kemudian
disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga
pada fenomena yang lain. Dengan demikian dalam setiap tindakan penyimpulan
analogi terdapat tiga unsure yaitu pristiwa pokok yang menjadi dasar analogi,
persamaan prinsipal yang menjadi pengikat
dan ketiga, fenomena yang akan dianalogkan. Contoh, jika kita membeli hp
(peristiwa), dan kita merasa hp itu wantek dan aplikasinya lengkap (fenomena
yang dianalogkan), karena hp yang dulu dibeli dikonter yang sama (persamaan
peinsipal) wantek dan aplikasinya lengkap maka penyimpulan serupa adalah
penalaran analogi.
2.
Macam-macam analogi
Analog dibagi menjadi dua bentuk, sebagai berikut:
a.
Analog induktif
Adalah
analog yang disusun berdasarkan persamaan principal yang ada pada dua fenomena,
kemudian ditarik kesimpulan bahwa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga
pada fenomena kedua. Benruk argumen ini sebagaimana generalisasi tidak pernah
menghasilkan kebenaran mutlak.[2]
Analogi
induktif tidak hanya menunjukkan
persamaan diantara dua hal yang berbeda, akan tetapi menarik kesimpulan atas
dasar persamaan itu. Contoh dari sajak chairil anwar:
“Aku ini binatang jalang
dari
kumpulannya terbuang……..”
bukan sekedar
perumpamaan, akan tetapi suatu penalaran yang didasarkan analogi. Disini
Chairil tidak hanya menbuat perbandingan diantara dirinya sendiri dengan
binatang jalang, akan tetapi juga menarik kesimpulan atas dasar analogi itu
yaitu: (aku ini) dari kumpulannya terbuang. Prinsip yang menjadi dasar
penalaran analogi induktif ini dapat disimpulkaan demikian:
karena
D itu analog dengan A,Bdan C, maka apa yang berlaku untuk A,B dan C dapat
diharapkan juga akan berlaku untuk D.
Jadi
analogi induktif tidak hanya menunjukkan persamaan diantara dua hal yng
berbeda, akan tetapi menarik kesimpulan atas dasar persamaan itu. Chairil tidak
hanya membandigkan dirinya dengan binatang jalang, akan tetapi karena binatang jalang
itu selalu diasingkan oleh kumpulannya, maka disimpulkannya pula, aku pun
terbuang dari kumpulanku.
Berbeda
dengan generalisasi induktif yang konklusinya berupa proposisi universal,
konklusi analogi induktif tidak selalu berupa proposisi universal, akan tetapi
tergantung pada sunyek-subyek yang diperbandingkan dalam analogi. Dan subyek
itu dapat individu, particular, atupun universal. [3]
b.
Analogi deklaratif
Merupakan
metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih
samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Sejak zaman dahulu analogi deklaratif
merupakan cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan masalah yang hendak
diterangkan. [4]
Analogi
dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Sebagai
penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan. Seperti contoh seorang
pujangga cinta dibawah ini:
“Sulur-sulur hijau membangkitkan kenanganku kepada tubuhmu,
Pada mata kijang terkejut kulihat main matamu,
Melihat bulan kuingat kepada sinar pipimu,
Rabutmu kulihat pada ekor merak,
Pada riak sungai yang tenang kulihat permainan keningmu.”
3.
Cara menilai analogi
Sebagaimana generalisasi, keterpercayaannya tergantung kepada
terpenuhi tidaknya alat-alat ukur, demikian pula analogi. Untuk mengukur
derajat keterpcayaan sebuah analogi dapat diketahui dengan cara berikut ini:
a.
Sedikit
banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogkan. Semakin besar peristiwa sejanis
yang dianalogkan, semakin besar pula taraf kepercayaannya. Contoh, suatu ketika
umi makan diwarung si- A dan teryata umi kecewa dengan masakannya yang tidak
enak, maka atas dasar analog umi meyarankan kepada kawannya untuk tidk makan di
warung si-A. analog umi menjadi semakin kuat ketika nisa juga merasakan hal
yang sama, dan analognya menjadi semakin kuat lagi ketika semua temannya juga
mengalami hal yang serupa.
b.
Sedikit
banyaknya asperk-aspek yang menjadi dasar analogi. Seperti contoh tentang
sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko. Bahwa sepatu yang baru saj kita
beli akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu dibeli ditoko yang sama
juga awet dan enak dipakai.
c.
Sifat dari
analog yang kita buat. Apabila sugi mempunyai mobil dan satu liter bahan
bakarnya dapat menempuh 10km, kemudian dia menyimpulkan bahwa mobilnya naim
yang sama dengan mobilnya juga bisa menempuh jarak 10 km tiap satu liternya,
maka analog demikia cukup kuat. Analog ini akan lebih kuat jika sugi mengatakan
bahwa mobil naim akan menempuh 8 km setiap liter bahan bakarnya. Dan menjadi
lemah jika sugi mengatakan bahwa mobil naim akan menempuh 15 km setiap liter
bahan bakarnya. Jadi semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin kuat
analog itu.
d.
Mempertimbangkan
ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan. Semakin
banyak pertimbangan atas unsur-unsurnya yang berbeda semakin kuat
keterpercayaan analoginya.kongklusi yang kita ambil adalah awang pendatang baru
di IAIN Surakarta akan menjadi sarjana yang ulung karena beberapa tamatan dari
IAIN juga merupakan sarjana ulung. Analog ini menjadi lebih kuat jika kita
mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan sebelumnya.
e.
Relevan dan tidaknya
masalah yang dianalogkan. Bila tidak relevan sudah tentu analognya tidak kuat
dan bahkan bisa gagal. Kita menyimpulkan bahwa leptop yang saya beli batrenya
bisa bertahan selama 3 jam, berdasarkan analog leptopnya hasna yang sama
modelnya, serinya, ternyata batrenya dapat bertahan 3 jam. Maka analog serupa
adalah analog yang tidak relevan, seharusnya utuk menyimpulkan demikian harus
didasarkan atasa unsur-unsur yang relevan yaitu banyaknya aplikasi, dan yang
lainnya.
Analog
yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat dari pada analog
yang medasarkan pada selusin persamaan yang tidak relevan. Penyimpulan seorang
dosen untuk mengatasi mahasiswa D adalah sebagaimana yang telah dilakukan
terhadap mahasiswa A karena kedua-duanya mempunyai masalah yang sama dan latar
belakang pendidikan yang sama, pernyataan ini jauh lebih kuat dibanding jika
mendasarkan pada persamaan lebih banyak tetapi tidak relevan, seperti karena
sepeda motornya yang sama, satu kost, filem yang disukai dan seterusnya.
Analog
yang relevan bisanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan kausal.
Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan, kita mengetahui bahwa
sambungan rel kereta api dibuat tidak dapat untuk menjaga kemungkinan
mengembangnya bila kena panas, rel tetap pada posisinya, maka kita akan
mendapat kemanatapan yang kuat bahwa rangka rumah yang kita buat dari kerangka
besi juga akan lepas dari bahaya melengkung bila kena panas, karena tukang
sudah memberi jarak pada tiap sambungannya. Disini kita hanya mendasarkan pada
satu hubungan kausal bahwa besi memuai bila kena panas, maka jarak yang dibuat
antara dua sambungan besi akan menghindarkan bangunan dari bahaya melengkung.
Namun begitu analog yang bersifat kausal memberikan keterpecayaan yang
kokoh.
4.
Analogi yang pincang
Meskipun analog merupakan corak penalaran yang popular, manun tidak
semua penalaran merupakan penalaran induktif yang benar. Ada maslah yang tidak
memenuhi syarat atau tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi kita
menunjukkan kekeliruannya. Keliuran ini terjadi karena membuat persamaan yang
tidak tepat.
Kekeliruan pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif,
contohnya:
Saya heran
mengapa orang takut bepergian dengan pesawat terbang, karena terjadi kecelakaan
pesawat terbang dan tidak sedikit memakan korban. Bila demikian orang jangan
tidur hampir semua manusia menemui ajalnya ditempat tidur.
Disini naik pesawat ditakuti karena sering menimbulkan petaka yang
menyebabkan kematian. Sedangkn orang tidak takut tidur di tempat tidur karena jarang
sekali atau boleh dikatakan tidak ada orang menemui ajalnya karena kecelakaan
tempat tidur. Orang meninggal di tempat tidur bukan disebabkan karena
kecelakaan tempat tidur tetapi karena penyakit yang diidapnya.
Kekeliruan kedua adalah pada analogi deklaratif, misalnya:
Khutbah itu
tidak perlu diterjemahkan dalam bahasa kita, biar dengan bahasa aslinya, yaitu
Arab. Bila diterjemahkan dalam bahasa kita tidak bagus lagi sebagaimana kopi
susu dicampur terasi. Kopi susu sendiri sudah lezat dan bila kita campur dengan
terasi tidak bisa diminum bukan? Karena itulah saya tidak mau khutbah dengan
terjemahan karena saya tahu saudara semua tidak mau minum kopi susu yang
dicampur dengan terasi.
Disini
pembicara yang dikritik khutbahnya karena selalu mengunakan bahasa Arab membuat
pembelaan bahwa khutbah dengan terjemahan adalah sebagaimana kopi susu dicampur
terasi. Sekilas pembelan ini benar, tetapi bila kita amati mengandung
kekeliruan yang serius. Analogi yang
digunakan timpang karena hanya mempertimbangkan kedudukan bahasa Arab dan
bahasa terjemah. Padahal ada yang lebih penting dari hal itu yang harus
diperhatikan yaitu pemmahaman pendengar. Apakan dengan bahasa Arab tujuan
khutbah menyampaikan pesan bisa dimengerti oleh sebagian besar pendengar? Alasan
pembicara diatas dapat dibantah dengan analogi yang tidak pincang, misalnya:
Berkhutbah
mengunakan bahasa yang tidak bisa dimengerti oleh pendengar sama halnya dengan
member kalung emas pada ekor ayam. Ukankah ayam suka diberi beras daripada
diberi kalung. Ayam akan memilih beras sebagaimana pendengar tentu akan memilih
khutbah dengan bahasa yang dimengerti. [5]
C.
KESIMPULAN
Dari
pemaparan pemakalah kami di atas, kami akan mencoba menyimpulkan sedikit
tentang analogi. Analogi adalah suatu perbandingan yang dipakai untuk mencoba
membuat suatu idea dapat dipercaya atau guna membuat suatu konsep yang sulit
menjadi jelas. Analog ini kadang-kadang juga di sebut analogi induktif yang
dimana proses penalarannya dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis
kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan
terjadi juga pada fenomena yang lain.
Analogi
ada 2, yaitu analogi induktif, analogi yang disusun berdasarkan persamaan
prinsipal yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan apa yang ada
pada fenomena pertama yang akan terjadi pula pada fenomena kedua. Analogi
deklaratif yaitu merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan Sesuatu
yang belum di kenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah di kenal.
Analogi
juga mempunyai cara-cara tersendiri untuk memahaminya, yaitu sedikit banyaknya
peristiwa sejenis yang dianalogikan, sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi
dasar analogi, sifat dari analogi yang kita buat, mempertimbangkan ada tidaknya
unsure-unsur yang berbeda pada peristiwa yang di analogikan dan relevan tidaknya
masalah yang akan di analogikan.
Analogi
kadang-kadang juga ada yang tidak benar atau disebut palsu bahkan juga
dikatakan pincang bila mana analogi tersebut yang akan mencoba membandingkan
ide dan gagasan lain yang tidak ada hubungannya dengan ide atau gagasan
tersebut, analogi seperti ini bisa membuat orang yang memahami sesuatu menjadi
salah arah atau tujuan.
D.
DAFTAR PUSTAKA
Mundiri, 1994,
logika, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Soekadijo,
1983, Logika Dasar, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Poespoprodjo,
2006, Logika Ilmu Menalar. Bandung:
CV Pustaka Grafika.
ANALOGI
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah
LOGIKA MANTIQ
Dr. H. AMIR HUFRON
Disusun Oleh:
SUGIYANTO
SITI MUNIRATUN NA’IM
UMI HANIFAH
AQIDAH FILSAFAT
JURUSAN USHULUDDIN
FAKULTAS USHULUDDIN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SURAKARTA
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar