Kamis, 24 Mei 2012

aliran jawa hardopusoro


PAGUYUBAN KEJAWEN HARDOPUSORO
Paguyuban ilmu mistik kebatinan berlatar belakang budaya dan filsafat Jawa (Kejawen) ini tergolong tua usianya. Paguyuban ini banyak melahirkan kaum waskita dan paling berpengaruh pada masa akhir Kolonialisme di Indonesia. Lebih mudah menelusuri aliran kebatinan dari riwayat hidup para pendirinya. Sebab dari para pendiri paguyuban, kita bisa mengetahui apa dan bagaimana awalnya mereka mendapatkan wahyu. Dan dari turunnya wahyu kepada seseorang tokoh pendiri kebatinan itulah, kita bisa mengetahui latarbelakang sosiologis dan filosofisnya.
HARDOPUSORO didirikan oleh Kusumowitjitro. Siapa Kusumowitjitro? Dia adalah salah seorang Kepala Desa di daerah Purworejo, Jawa Tengah. Purworejo adalah kota arah barat yang berbatasan dengan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kisahnya, pada tahun 1880 Kusumowitjitro tidak tahan dengan perlakuan kolonial yang menindas rakyat. Ia tinggalkan jabatannya dan pergi meninggalkan desanya karena melaksanakan aksi menolak membayar pajak.
Selama berpuluh-puluh tahun, dia mengembara ke berbagai hutan di Jawa Timur. Pengembaraan dihabiskan untuk berpuasa dan bertapa di dalam belantara yang penuh tantangan. Tidak ada guru spiritual khusus yang dipercayai menuntun perjalanan spiritualnya. Pada suatu hari, wahyu turun setelah dia mencapai situasi pasrah total pada Tuhan. Wahyu juga berbunyi agar dia menyebarkan kebaikan sekaligus ajaran-ajaran kebaikan kepada sesama manusia.
Hadirnya wahyu yang merupakan dawuh dari Gusti Kang Akaryo Jagad ini jelas merupakan hal menandai berakhirnya satu era perjalanan spiritual untuk memasuki era baru yang lebih kompleks. Kusumowitjitro merasa itulah saat dia hidup kembali sebagai manusia yang sesungguhnya dititahkan mengemban tugas mulia: sebagai hamba-Nya. Dan dia pun mulai muncul di berbagai kota.
Pada tahun 1907, dia sudah diikuti oleh banyak pengikut di Banyuwangi. Namun sayangnya di tahun itu pula dia diusir oleh Pemerintah Kolonial Belanda karena khawatir melihat tanda-tanda gerakan kebatinan ini berbahaya dan bisa merongrong kewibawaan pemerintah kolonial. Untuk sementara waktu Kusumowitjitro mengasingkan diri ke hutan di wilayah pegunungan antara Malang, Blitar dan Kediri. Kharisma dan aura spiritual Kusumowitjitro tetap berbinar sehingga dia mendapatkan pengikut di era pengasingan diri ini.
Pada tahun 1913, Kusumowitjitro tercatat sudah muncul lagi di berbagai kesempatan. Salah satunya adalah hadir dalam forum paguyuban Masyarakat Teosofi (salah satu aliran kebatinan juga) dan dia berkhutbah di sana tentang praktik spiritual yang dijalaninya.
Hampir semua bagian ajarannya diakui masih misterius dan cukup sulit untuk dipaparkan. Sumber-sumber di paguyuban ini enggan memberikan keterangan. Bisa jadi ini dikarenakan sikap waspada para penganut paguyuban Hardopusoro karena saat itu pengawasan Belanda terhadap berbagai penganut aliran kepercayaan semakin ketat.
Penganut aliran kebatinan yang ada di paguyuban Hardopusoro melakukan kegiatan spiritual secara sembunyi-sembunyi dan menutupi aktivitas spiritual mereka dengan dalih acara slametan. Secara internal, ajarannya termasuk sulit sebagaimana paguyubannya yang tidak mudah dijumpai. Ajaran spiritual (wiridan) Hardopusoro pun dilarang untuk diamalkan bagi yang belum menjadi anggota. Segala pertanyaan menyangkut paguyuban ini juga dilarang untuk dijawab.
Biasanya Kusumowitjitro menyampaikan ajaran-ajaran mistik kebatinan pada tengah malam dengan memakai jubah putih. Pada setiap pertemuan, biasanya dilaksanakan tujuh tingkatan inisiasi atau pembaiatan. Setelah merampungkan pembacaan masing-masing jenjang wiridan tadi, hanya para anggota yang telah dibaiat pada level itu yang diijinkan keluar. Dalam satu sesi, hanya mereka yang telah menerima tujuh kali baiatan yang diijinkan tetap di tempat sampai akhir acara. Kemajuan melalui tingkat baiatan tergantung pada hafalan wirid dan pengamalan beberapa teknik tertentu yang berhubungan dengan tiap level.
Ajaran mistik Hardopusoro memang rumit. Dipenuhi dengan paradoks, dijejali dengan simbol-simbol dan mengatasi segala macam tataran akal. Berbagai macam teknik pada masing-masing baiatan itu diarahkan untuk membangkitkan kesaktian yang bersemayam di dalam tubuh.
Teknik utama pembangkitan kesaktian dilalui dengan cara kungkum atau semedi dengan mengucap mantra, sambil duduk merendam diri sampai leher di sumber air yang dianggap memiliki daya keramat atau pertemuan antara dua aliran sungai yang oleh masyarakat biasa disebut dengan tempuran.
Pelahan-lahan latihan yang keras itu mengendur hingga akhirnya hanya cukup dengan semedi atau meditasi dengan kaki yang dicelupkan di dalam semangkuk air saja. Meskipun kekuatan magis atau kasekten merupakan elemen pencapaian pada setiap jenjang baiatan, sesungguhnya tujuan akhir perjalanan spiritual paguyuban Hardopusoro adalah meleburnya anasir fisik dan jiwa dari diri atau yang dikenal dengan moksa alias suwung.
Belum diketahui secara pasti, apakah paguyuban aliran kebatinan Hardopusoro ini masih ada di negeri kita atau tidak. Semoga masih ada sehingga kita tidak kepaten obor eksistensi saudara-saudara kita yang gigih berjuang untuk menemukan diri sejati ini.

Aliran Kepercayaan Hardopusoro Somongari

Hardopusoro adalah salah satu aliran kebatinan berbasis budaya Jawa yang memberikan ajaran kasunyatan dan kasampurnaan berdasarkan kawruh ngelmu. Aliran kepercayaan kejawen ini berkembang pesat di era tahun 80-an. Hardopusoro adalah suatu ajaran mukso, kata jawa mukso berasal dari bahasa sansekerta: moksha yang berarti lepas atau bebas. Orang jawa mengartikannya sebagai luar soko bandhaning donya kalis sakabehing penandhang, artinya lepas dari belenggu dunia ramai ini terhindar dari segala penderitaan. Suatu pembebasan spiritual, bebas dari belenggu wadah dan semua hawa nafsunya. Manusia menghendaki dirinya bebas, kebebasan menyeluruh dari bermacam-macam batasan yang menekan dengan ketat pada dirinya di dunia ramai ini.
Aliran kepercayaan ini mendapat tempat di hati masyarakat, terbukti penganut (jamaah) dari Hardopusoro tersebar di seluruh negeri Indonesia ini. Semua pemahaman itu menuju ke satu titik, dianalogikan seperti piramid yang ujungnya adalah Tuhan atau bahasa anda Sang Hyang Widhi. Memang ajaran Jawa ada yang sangat universal dan setahu saya yang terkenal dan tertua itu adalah Hardopusoro yang berasal dari Purworejo, dulunya dirintis oleh Raden Mas Sumowicitro, seorang Teosof yang mengajarkan tentang kawruh yang ternyata setelah dikaji adalah sangat universal.
Sebenarnya, ajaran ini tidak berbeda dengan yang diajarkan dalam agam Islam, esensinya saja yang barangkali ada perbedaan, namun eksistensi itu sendiri dimana-mana sama yakni mencari sebuah kebenaran sejati yang hanya satu, dan terdapat zat-nya di dalam diri kita.



PAGUYUBAN KEJAWEN HARDO PUSORO
logo iain






Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah
MISTISISME ISLAM JAWA
Dr. H. Umar Ibrahim, M. Ag

Disusun Oleh:
ARDITIYA HENDRI PRIHANTORO
ARIEF SETIAWAN
SITI MUNIRATUN NA’IM

AQIDAH FILSAFAT
JURUSAN USHULUDDIN
FAKULTAS USHULUDDIN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar