Kamis, 17 November 2011

agama dan sains


NAMA            : AWANG YULIAS SUPARDI
NIM    : 26.09.4.2.008
JURUSAN : USHULUDDIN/AQIDAH FILSAFAT
 
NAMA            : AWANG YULIAS SUPARDI
NIM    : 26.09.4.2.008
JURUSAN : USHULUDDIN/AQIDAH FILSAFAT

 
AGAMA DAN SAINS MODERN
A.    Peranan dan Tatanan Agama Dalam Sains dan Teknologi.
Dalam sejarah Yunani, kehadiran filsafat “sebagai induk dari ilmu dan sains modern” telah menimbulkan gejolak dalam masyarakat, karena penemuan filsafat bertentangan dengan system kepercayaan. Masa itu masyarakat masih mempercayai dengan adanya para dewa yang mengatur semua kehidupan. Ketika kepercayaan tentang dewa sudah melekat dan menjadi keyakinan para masyarakat Yunani, pemikiran filsafat menggugat kepercayaan tersebut. Mengatakan bahwa kejadian alam dan peristiwa didalamnya terlepas dari kekuatan dewa, dan bukan dewa yang mengendalikan semuanya tetapi semua itu berasal dari alam itu sendiri. Masyarakat mempercayai adanya pelangi adalah para bidadari dari langit yang turun ke bumi. Mitos seperti ini sudah mengental dengan kepercayaan masyarakat dan tidak bias dihilangkan seperti debu yang diterbangkan angin. Pemikiran filsafat tentang pelangi, bukanlah bidadari yang turun kebumi. Melainkan gejala alam biasa yang dapat dijelaskan secara rasional. Pelangi adalah bekas rintik-rintik hujan yang belum turun kebumi yang diterpa oleh sinar matahari, sehingga membentuk pembiasan warna-warni.
Menurut Thales, kejadian alam bukan terjadi karena perkawinan para dewa, tetapi alam berasal dari alam itu sendiri, yaitu air, semua berasal dari air dan akan kembali menjadi air. Kemudian Aristoteles berpendapat bahwa Thales mengatakan hal itu karena bahan makan semua makhluk mengandung zat lembab dan merupakan benih dari seluruh mahluk hidup. Padahal, air bias berubah menjadi benda cair menjadi gas dan benda padat.

B.     Tujuan Agama dan Sains
Minyak dan air merupakan perumpaan yang tepat untuk mencontohkan pandangan terhadap sains dan agama. Minyak dan air merupakan dua paham yang tidak bisa disatukan walaupun menggunakan cara apapun. Seperti dalam pendangan saintis sekuler, agama dan sains memiliki perbedaan yang sangat jauh dan sukar dipertemukan. Agama dengan bidang alam metefisika dan bersumber dari Tuhan, sedangkan sains dengan bidang empiris yang bersumber pada alam. Argumen seperti ini tidak akan menemukan titik temu, baik itu terletak pada sesuatu yang umum dengan objek yang sama yakni manusia. Namun hal ini menunjukan persamaan antara agama dan sains apabila dilihat dari asal usul dan tujuan agama dan ilmu. Sains yang sekuler dengan sumber alam empiris yang bersifat objektif, muncul sebuah pertanyaan dari mana munculnya sumber empiris tersebut? Dengan jawaban bahwa alam empiris terjadi begitu saja tanpa ada sebab akibat yang melatarbelakangi. Andai ada yang menciptakan alam tersebut kita juga tidak bias mengetahui siapa penciptanya. Jawaban seperti ini seperti tidak mempunyai dasar yang kuat. Tidak mungkin alam itu ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan. Padahal sains sangat mengedepankan sebab dan akibat sesuatu itu terjadi. Pendapat seperti ini secara tidak langsung para saintis mengakui pencipta yang menciptakan sesuatu dan tidak terjadi oleh dirinya sendiri. Bukan sekedar sebab saja atau asal usul, melainkan Pencipta yang sekaligus memelihara ciptaan-Nya. Dari segi tujuan, agama berfungsi membimbing umat manusia untuk hidup tenang dan bahagia dunia maupun akhirat. Sedangkan sains berfungsi sebagai sarana untuk mempermudak aktivitas manusia di dunia. Agama dan sains mempunyai titik singgung, terutama dalam hal kepentingan dan kebutuhan dasar manusia. Seorang manusia yang terdiri dari dua unsur jasamani dan rohani dengan batasan-batasan tertentu.  Dalam batasan-batasan ini sains dan teknologi membantu fisik manusia yang terbatas. Dengan demikian manusia yang menguasai sains dan teknologi membuat manusia senang dan bahagia serta dapat menikmati hidup dengan penuh kemudahan.

C.    Agama dan Sains Modern sebagai Kebutuhan Manusia
Kemajuan sains dan teknologi abad ini membawa dampak yang sangat kuat dan berkembang pesat. 1000 tahun lalu belum terbayangkan manusia bisa keliling dunia dalam waktu 24 jam. Abad ke-19 belum terpikirkan muncul media elektronik seperti televisi ataupun computer.  Bisa dikatakan 90% penduduk dunia kini menggunakan teknologi. Seseorang yang hidup dalam alam modern tidak mampu menolak teknologi dengan segala bentuk resikonya.  Mereka kini tidak mau dikatakan seseorang yang gaptek dan kuper di zaman sekarang ini. Misalnya sekarang, orang tua kita yang dulu tidak mengenal hanphone sekarang hamper setiap orang entah itu dewasa, muda, tua, memiliki sebuah telephone genggam yang bisa mempermudah dalam berhubungan jarak jauh. Masih ada contoh dampaknya teknologi disekitar kita, tanpa kita sadari kita terlena dengan kecanggihannya. Dampak seperti ini juga mempunyau kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya kita bisa mendapat kemudahan dalam beraktivitas. Kekuranggannya masusia sekarang tersetruktur dan terbelenggu dengan teknologi itu sendiri. Sains dan teknologi merupakan hasil daya akal manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Namun, apabila manusia telenggam dalam struktur sains da teknologi berarti eksistensi manusia itu dapat hilang. Seperti pendapat Herbert Marcuse bahwa manusia sekarang adalam manusia satu dimensi “one dimensional man” karena terlalu mengagungkan sains dan teknologi. Kebutuhan manusia tidak hanya untuk mengagungkan sains dan teknologi, melainkan kebutuhan rohani atau penenangan jiwa manusia itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan dimasa depan. Kebutuhan rohani ini adalah agama. Misalkan, agama islam menunjukan bahwa kebutuhan rohani dan jasmani saling berkaitan. Seseorang yang memiliki harta yang banyak akan bermanfaat apabila sebagian hartanya untuk orang lain, untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat. Jadi, kebahagiaan dunia menjadi prasyarat menusia untuk meperoleh kebahaagiaan akhirat.

D.    Penutup
Pokok pembahasan filsafat agama adalah sebuah kepercayaan manusia yentang hal yang Gaib dan argument tentang Tuhan. Bukti adanya kepercayaan itu tidak bisa dipungkiri oleh siapa pun. Penjelasan argunentatif dalam menetapkan eksistensi Tuhan, bagi sebagian orang beragama tidak dapat menyelesaikan masalah dan mempertebal keyakinan. Karena itu filsafat agama bermanfaat bagi mereka yang meyakini adanya Tuhan. Ada yang mengartika filsafat agama sebagi pintu untuk memperluas cakrawala berfikit tentang agama. Sebab, semakin luas pemikiran orang semakin banyak pilihan tentang argument yang kuat untuk diyakini/dipercayaai. Filsafat agama mengemukakan alternative-alternatif bagi manusia. Manusia disuruh untuk memilih dengan akal sehat dan pikiran yang jernih dan hanya satu yang harus diyakini. Yakni yang terbaik untuk dirinya adalah hasil perenungan dan pemikiran yang panjang dan mendalam. Hasil tersebut membuat orang tidak bebas lagi karena haris terkait dengan ucapan dan pilihannya tersebut. Dalam Filsafat Cina dikatakan “Ketika suatu kata atau kalimat belum diucapkan, seseorang masih bebas, tetapi ketika kata atau kalimat itu diucapkan, maka ia terkait dan terstruktur oleh ucapan tersebut.” Begitu juga dalam memilih agama dan berkeyakinan terhadap Tuhan. Ketika memilih untuk beragama, dia terkait dengan agama tersebut dan segala aturan didalamnya.
Selanjutnya sains dan teknologi harus menyesuaikan diri dengan pesan-pesan moral agama. Karena itu, setiap usaha untuk menemukan atau mencari kebenaran ilmiah harus didasari dengan iman dan moral agama bukan pada filsafat pengetahuan saja. Dengan demikian, teknologi merupakan alat yang dengan sains dapat diterapkan untuk menghasilkan sesuatu. Sains dan tenologi harus digunakan sebagaimana mestinya yaitu membantu kebutuhan manusia, sehingga sains dan teknologi tidak bebas nilai sebab keinginan manusia yang bersifat subjektif.

deisme


PERAN DEISME TERHADAP KEHIDUPAN MANUSIA ZAMAN MODERN
Istilah Deisme berasal dari bahasa Latin: deus yang berarti Tuhan. Paham ini meyakini bahwa Tuhan adalah first cause, yang menciptakan alam semesta ini dengan penuh perancangan rumit. Oleh karena itu, setelah alam ini terbentuk Tuhan sudah tidak perlu lagi ikut campur memeliharanya. Cukup hanya diatur oleh hukum alam (sunatullah) alam ini sudah bisa dengan mandiri melanjutkan kehidupannya. Bahkan karena Tuhan telah menetapkan hukum alam itu, akhirnya Tuhan pun tak lagi kuasa untuk mengubahnya.
Menurut paham deisme Tuhan berada jauh di luar alam (transenden), yaitu tidak berada dalam alam (immanen). Tuhan menciptakan alam dan sesudah menciptakannya, Ia sudah tidak memperhatikannya lagi. Alam berjalan dengan peraturan-peraturan yang sesempurna-sempurnanya. Dan karena demikian, Tuhan tak perlu lagi mencampuri urusan alam, termasuk juga urusan manusia. Singkatnya, alam semesta ini tidak berhajat kepada Tuhan dan Tuhan pun tak perlu mengurus alam lagi….
Tuhan dalam hal ini bukanlah Tuhan yang sebagaimana dikenal oleh kaum agamawan: Tuhan yang harus disembah, yang memberi rizki ataupun yang menentukan takdir. Melainkan sesuatu yang menjadi sebab pertama (first cause) Alam semesta yang menakjubkan ini adalah Tuhan sang penciptanya. dalam rangkaian kausalitas terbentuknya alam semesta ini.
Paham deisme pertama kali muncul di Inggris sekitar akhir abad XVI, yang digagas oleh para pemikir seperti; John Toland (1670-1722) dan Metthew Tindal (1656-1733) yang menulis buku “Cristianity as old as creation”, Giordano Bruno (1548-1600), Lucilio Vanini (1584-1619), Barukh Spinoza (1632-1677), Hermann Samuel Reimarus (1694-1768), Gotthold Ephraim Lessing (1729-1781) dan Moses Mendelssohn (1729-1786). Pada waktu itu, deisme menjadi suatu fenomena baru dan penting  dengan gagasannya yang sangat rasilonal. Deisme adalah sebuah agama yang menolak agama, tepatnya menolak semua doktrin agama (doktrin gereja pada saat itu) terutama yang berkaitan dengan wahyu dan kehidupan akhirat. Karena alasannya sederhana: tidak rasional.
Sumber kebenaran adalah akal manusia, bukan wahyu. Namun mereka tetap meyakini akan keberadaan Tuhan. Tiga kebenaran utama dari “teologi natural” yang ditegakkan dengan akal manusia itu adalah keberadaan Tuhan, nilai-nilai moral, dan kekekalan jiwa. Dalam sejarahnya, mereka mengembangkan argumen-argumen deisme dalam rangka mengkritik gereja. Karena menurut mereka gereja telah mengajarkan hal-hal yang aneh dan bahkan mengerikan. Oleh karena itu, ajaran gereja harus digantikan. Karena itulah gagasan deisme dimunculkan sebagai muara dari kritik mereka.
Deisme adalah bentuk monoteisme yang meyakini bahwa Tuhan itu ada, Maha Esa, Maha Baik (God is Good), Tuhan selalu dilekati dengan sifat yang baik-baik. Namun demikian, seorang deis menolak gagasan bahwa Tuhan ikut campur di dalam dunia dikarenakan jika Tuhan ikut campur terhadap urusan duniawi, sebagaimana yang dikenal dalam ajaran gereja, berarti Tuhan tidak lagi baik. Tuhan telah berbuat otoriter karena membelenggu kebebasan manusia dalam berkarya. Sifat ke-baik-an Tuhan ini hanya dapat dikenal melalui nalar dan pengamatan terhadap alam. Karena itu, seorang deis menolak hal-hal yang ajaib (wahyu) dan klaim bahwa suatu agama atau kitab suci memiliki pengenalan akan Tuhan.
Kita dapat melihat bahwa antara pantheisme dan deisme terdapat dua kunci konsep mengenai Tuhan yang berbeda, yaitu immanental dan transendental. Tuhan yang immanental adalah Tuhan yang mempunyai sifat sebagai penghibur, penasehat, dan penggugah. Sedangkan Tuhan yang transendental adalah Tuhan yang merupakan objek yang dihormati dan dipuja oleh manusia karena manusia tidak seberdaya Tuhan. Pantheisme melihat keberadaan Tuhan di dunia ini ada dalam berbagai kehidupan manusia, sedangkan deisme melihat status Tuhan di atas dan di luar kehidupan yang diciptakanNya, tidak berubah-rubah diantara berbagai perubahan dan kemusnahan.
Tuhan harus dipahami sebagai sesuatu yang sangat transenden. Sebab jika tidak, justru akan menodai ketuhanan-Nya. Menurut mereka, gereja telah melecehkan Tuhan karena turut campur tangan dalam kehidupan manusia. Tuhan sudah bukan Tuhan lagi, tapi sudah menjadi manusia. Bagi para deis tidak mungkin jika Tuhan yang maha baik membatasi kebebasan manusia untuk berkarya.
Deisme dan Ilmu Pengetahuan
Dengan munculnya aufklarung, di sisi lain, runtuhnya dominasi gereja, ilmu pengetahuan menjadi berkembang pesat. Teori Galilei Galileo tentang Heliosentris misalnya, menjadi diakui dalam ranah ilmiah meski ia sendiri telah menjadi korbannya. Warga eropa betul-betul mengalami zaman modern, semua sektor kehidupan manusia sampai  sektor keagamaan pun berubah. Orang-orang Eropa yang tadinya rajin ke gereja, dan punya banyak waktu luang, kini telah disibukkan oleh berbagai yang rasional dan realistis; ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Lambat laun, agama kristen dengan ritual-ritualnya sudah mulai ditinggalkan. Setelah kecenderungan orang berubah menjadi rasional dan empiris, gagasan-gagasan tentang deisme mulai dilirik dan hangat dibicarakan. Disamping gagasannya yang rasional, deisme merupakan agama yang tidak memerlukan ritual dan karena itulah deisme hadir memberikan sebuah alternatif bagi orang modern. Standar validitas keilmuan yang awalnya dipegang gereja kemudian diganti dengan konsep yang positivistik. Gereja sudah tidak memiliki wewenangnya kembali untuk menentukan sah dan tidaknya suatu penemuan ilmu. Orang eropa sudah memiliki kesepakatan umum bahwa penemuan ilmiah adalah yang logis dan empiris.
Berawal pada abad ke-18, dimulainya zaman baru yang memang berakar dari renaisance, yang disebut sebagai Pencerahan (Aufklarung), semboyannya adalah “Beranilah Berpikir”. Sikap pencerahan terhadap agama pada umumnya memusuhi atau sekurang-kurangnya mencurigai. Salah satu alirannya adalah Deisme di Inggris yang menentang kepercayaan berdasarkan agama. Deisme memberikan kritik akal dan menjabarkan ilmu pengetahuan bebas dari segala ajaran gereja.
Abad ke-19 merupakan abad yang sangat dipengaruhi oleh filsafat Positivisme, terutama di bidang ilmu pengetahuan. Abad positivisme ditandai oleh peranan yang menentukan dari pikiran-pikiran ilmiah. Tokohnya adalah August Comte (1798-1857) yang terkenal dengan hukum tiga tahap pemikiran manusia: Teologis, Metafisik, dan Positivisme yang bermakna real dan ilmiah. Positivisme memberikan inspirasi yang luar biasa bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi abad ke-19 hingga abad ke-20.
Namun pada awal abd ke-20, berkembang aliran-aliran pragmatisme, dengan tokohnya William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952) di Amerika Serikat. Fenomenologi dengan tokohnya Edmund Husserl (1859-1938) dan kemudian Eksistensialisme yang dibintangi oleh Soren Kierkegard, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Karl Jasper dan Gabriel Marcel yang menekankan pada eksistensi manusia dengan seluruh otonaminya yang tak terbatas. Aliran-aliran pemikir ini kemudian dikenal dengan Post-modernisme. Inti dari pemikiran abad Post-Modernisme adalah kritik terhadap pemikiran abad modern yang memposisikan rasionalitas di atas segala-galanya.
Oleh karena itu, paska runtuhnya pemikiran modern dan bergantinya kecenderungan post-modern, hal-hal yang berbau irrasional dan eksistensial dimunculkan. Gagasan eksistensialisme misalnya, yang pada masa modern dianggap tidak mungkin karena bertentangan dengan objektivisme lalu dapat diterima. Seorang eksistensialis kerap mengemukakan bahwa pengalaman kebertuhanan manusia adalah pengalaman yang sangat individual dan tak mungkin untuk diatur sedemikian rupa.
Dan seseorang menganggap Tuhannya dengan anggapan apapun, bukanlah suatu masalah karena itu hak dia. Ataupun seseorang mau bertuhan atau tidak, itu juga hak azazi manusia. Hanya sayangnya, manusia selalu tidak mungkin untuk berpikir mandiri, manusia dalam berpikirnya selalu mengikuti para pendahulunya. Dan karena itulah dibutuhkan suatu metode kritis dalam berpikir.
Dengan kata lain dapat kita simpulkan bahwa hubungan antara deisme dengan perkembangan ilmu pengetahuan sangat erat. Deisme telah mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk yang bebas, tidak dibatasi oleh agama maupun Tuhan. Adanya kebebasan manusia dibuktikan dengan akal yang menusia miliki. Dengan akal itulah, manusia harus menggunakan pikirannya dalam menyikapi hidup ini. Dan hasil dari bauh karya pikiran manusia adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus bebas, tidak boleh dibatasi oleh nilai-nilai tertentu (bebas nilai). Meski kemudian filsafat abad modern mendapat kritik tajam dari para pemikir aliran Post-Modernisme.
Manusia modern produk renaisance juga melupakan satu hal penting, yakni kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dicapai bukanlah satu-satunya unsur terpenting dalam membangun kehidupan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tanpa memperhatikan unsur-unsur lain dalam kehidupan manusia, spiritualitas misalnya, sama artinya dengan mengingkari hakikat kemanusiaan itu sendiri.
Penutup
Dalam faktanya, paham deisme (bukan sebagai sebutan) senantiasa hidup sampai saat ini, hidup dalam setiap kemunitas keberagamaan yang mendambakan ide-ide segar dalam beragama. Selama para pemikir masih ada, paham deisme tak akan pernah mati dan bahkan akan selalu tampil segar dan meyakinkan meskipun pro dan kontra selalu menyertainya. Dan justeru dengan begitu berarti manusia hidup.
Kita akui bahwa paham ini telah membawa perubahan yang begitu besar terhadap pemikiran dunia, terutama terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern. Karena pemikiran, manusia menjadi berubah dan berkembang meski sebetulnya, manusia tidak bisa melepaskan agama begitu saja. Dan hadirnya gagasan deisme, dalam hal ini, telah membawa angin segar bagi para penganut agama yang sudah terlalu bosan dengan kejumudan doktrin-doktrin agama. Dalam konteksnya deisme adalah pahlawan yang membebaskan umat manusia dari penjara penjajahan halus yang dimunculkan oleh komunitas agama.

sumarah


A.    Pendahuluan
Sumarah merupakan suatu bentuk meditasi yang awalnya berasal dari Jawa. Praktek ini didasarkan pada pengembangan kepekaan dan penerimaan melalui relaksasi tubuh, perasaan dan pikiran. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang di dalam diri kita, batin dan kesunyian, yang diperlukan untuk mewujudkan jati diri. Sumarah  didirikan pertama kali di Yogyakarta pada tanggal 08 September 1935. R.Ng. Soekirnohartono ialah seorang pendiri dan sekaligus guru pertama Sumarah.
Dalam makalah ini pemakalah akan menjelaskan sejarah turunnya wahyu sumarah, paham sumarah hingga perkembangan paguyuban sumarah.
B.     Pembahasan
1.      Riwayat Turunnya Wahyu Sumarah
Riwayat turunnya wahyu sumarah ini dimulai dari ketika R. Ng. Soekinohartono datang ke Yogyakarta untuk berguru kepada Wignyosoepartono. Beliau saat itu adalah orang yang sangat masyhur sebagai orang ahli ngelmu kebatinan maupun sebagai dukun yang sakti. Ketika berguru kepada Wignyosoepartono pak kino sangat tekun sekali, sehingga ia mengalami perkembangan yang pesat dalam mendalami ilmu kebatinan.
Tanggal 5 septembar 1935 ketika pak kino melakukan meditasi, ia memohon kepada Tuhan supaya bangsa Indonesia diberi kemerdekaan. Pada saat itu pak kino merasa mendapat perintah dari Tuhan untuk menutup iman kepada umat, karena sebagian besar dari umat itu tidak bulat lagi imannya kepada Tuhan. Perintah tersebut oleh pak kino melalui hakiki, yang menurut aliran sumarah, merupakan sumber dari otoritas dan otentisitas spiritual, sebagai saluran yang mengalirkan bimbingan spiritual yang langsung dari Tuhan kepada Individu.[1]
Awal Perkembangan Sumarah
Ajaran  sumarah ini dirintis  oleh R. Ng. Soekonohartono, dibantu oleh kedua temannya yaitu R. Soehardo dan R. Hirban Soetadi. Periode 1935 – 1949 ajaran sumarah ini belum terbentuk organisasi, atau disebut juga pra-organisasi. Pada periode ini pengembangan sumarah hanya dikembangkan oleh tiga tokoh (pinisepuh) diatas, dengan cara sering mendatangi pertemuan – pertemuan yang diselenggarakan oleh orang – orang aliran kebatinan. Berkat ketiga tokoh diatas sumarah dapat menyebar ke daerah Solo, Klaten Cepu, dan Madiun dengan jumlah anggota yang cukup banyak.
Mulai pada tahun 1950 sumarah ini mulai membentuk organisasi, organisasi ini dirintis dan sekaligus diketuai oleh Dr. Soerono Projohusodo dengan persetujuan para pinisepuh dan para anggota, beliau merasa mendapat perintah dari Tuhan melalui hakiki sewaktu merenung, supaya paguyuban diatur lagi dengan organisasi. Organisasi ini resmi didirikan pada tanggal 27 Maret 1950. [2]
 Inti kegiatan Organisasi Paguyuban Sumarah, tak lain mempelajari, mempraktekkan, sekaligus memerdalam ke-sumarah-an bagi seluruh anggotanya melalui bentuk ritual peribadatan rohani dan secara bersama-sama. Perkembangan selanjutnya, Sumarah juga melahirkan banyak tokoh, baik pusat (sentral) maupun daerah. Tokoh-tokoh itu adalah sebagai berikut:
a.       Tokoh sentral Organisasi:
Dari tahun 1935 - 1950 : Bp. R. Ng. Soekino Hartono, Pak Suhardo, Pak H. Sutadi
b.      Tokoh daerah :
1.      Bapak Soewondo (Surakarta) bersama Bapak Sri Sampoerno tokoh penghimpun WNA
2.      Bapak Kyai Abdoel Hamid (Banjarsari - Madiun)
3.      Bapak May. Purn. Soekardji (Jawa Timur)
4.      Bapak Moestar (Gresik)
5.      Bapak Sichlan dan Bapak Suyadi ( Ponoro)[3]
2.      Sumarah dan sumeleh
Sumarah berasal dari kata srah (serah) dalam bahasa Jawa yang  berarti pasrah/menyerah, mendapat sisipan um yang punya makna melebihkan sehingga kata sumarah kurang lebih artinya adalah sangat pasrah atau serah diri yang total. Apabila hal ini dihubungkan dengan sikap terhadap Tuhan YME seperti halnya kata sumarah ing Allah , maka makna yang terungkap adalah Serah Diri Total atau kepasrahan dalam arti meliputi segala aspek lahir maupun batin di dalam Kuasa Allah (Tuhan YME).
Sumarah yang dalam bahasa Jawa  mengandung arti pasrah, sikap atau perasaan ini bisa ditimbulkan oleh adanya pemahaman akan kekalahan, kekurangan atau kelemahan diri kita terhadap sesuatu sehingga membuat kita tunduk , takluk dan juga menjadi penurut/patuh. Demikian pula halnya dalam kaitannya Sumarah terhadap Allah Tuhan YME, karena kita mengetahui betapa Maha Kuasa -Nya Allah Tuhan YME sekaligus memahami betapa tidak berdaya dan tidak berharganya kita manusia di hadapan Allah Tuhan YME, maka semakin pasrah, tunduk , takluk dan semakin patuhlah kita kepada Tuhan YME. Di sinilah semua harus hati-hati, sebab di kala hati kita sudah merasa paling paham tentang Tuhan YME kebanyakan menilai orang lain atau kelompok lain menjadi berada di bawah kita.
Rasa percaya insani manusia bisa timbul dalam hati terhadap sesama manusia, apabila sudah memenuhi beberapa syarat yakni sudah pernah ketemu, kenal dan menjalin hubungan.rasa percaya itu merupakan kodratnya sendiri tetapi harus ada syarat-syarat dalam mempercayai tuhan.[4] Karena itu dalam hidup berilmu penyerahan diri adalah sumarah ing karep, tetapi semua itu membutuhkan waktu untuk menjalannkannya tanpa ada penyerahan kehendak dalam melakukan sesuatu maka akan mengalami kerugian. Kepercayaan terhadap tuhan yang bebas dari keraguan itu, bukan dengan penyerahan kehendak saja tetapi memberhentikan semua kesibukan pemikiran terhadap tuhan. Sumarah di sini merupakan penyerahan diri dalam kehendak, sedangkan sumeleh berarti menghentikan pemikiran. Dengan keperyaan seperti itu kita dapat menyimpulkan tuhan sebagai tuhan, karena tuhan itu adalah tuhan.
Misalnya, ada seorang anak yang menanyakan “mengapa dia itu bapakku?” mereka menerima orang tuanya sebagai mana mestinya. Kepercayaan anak terhadap orang tuanya tidak ada batasnya, mereka menggantungkan semua kebutuhannya hidupnya kepada orang tua. Inilah pandangan kepercayaan menurut pandangan ilmu yang harus kita miliki. Semua pemahaman kepercayaan kepada Tuhan yang timbul karena pemikiran, tentu akan mengandung unsur kurang percaya. Hanya dengan kepercayaan sederhana (murni) yang dapat menerima Tuhan sebagai Tuhan dan memperlakukan Tuhan sebagai Tuhan tanpa memikirkan komentar. Karena sikap jiwa ini merupakan suatu kenyataan rohani dalam hati kita, yaitu kuasa mutlak atas kehendak kita (manusia).[5]
Sumarah dan sumeleh dapat membawa manusia kedalam suatu penerapan hidup atau mengubah diri. Jiwa raga yang kita ubah untuk menjadi manusia berilmu. Dengan kecerdasan otak manusia tidak mungkin bisa meraba mana yang dinamakan arti kehidupan.
Tataran tertinggi ilmu sumarah adalah tumbuhnya iman tauhid, kesadaran yang tetap di dalam diri seseorang bahwa dia adalah makhluk ciptaan yang sebenar-benarnya dan sesungguh-sungguhnya tidak dapat apa-apa, tidak mempunyai apa-apa, dan tidak kuasa apa-apa, yang seharusnya dan sepantasnya hanya melulu taat, patuh, bersembah sujud, dan mengabdi hanya kepada Allah Swt semata, yang menciptakannya, yang sebenar-benarnya dan yang sesungguh-sungguhnya yang dapat melakukan apa saja, yang mempunyai apa saja, dan yang berkuasa apa saja.
3.      Perkembangan Paguyuban Sumarah
Aliran sumarah dapat dikatakan sebagai “wajibul wujud”, istilah ini diartikan mengetahui apa-apa tanpa ada perintah (tanpo dawuh). Perbuatan ini bisa dicapai apabila orang itu sudah mencapai pada taraf/tingkatan “Jumbuhing Kawula Gusti” atau “Gambuh” di dalam sujudnya. Gambuh merupakan sujud dengan taraf/tingkatan yang tertinggi dalam aliran sumarah dan sangat sulit untuk mencapainya. Melainkan gambuh disini lebih bersifat anugerah yang dating secara tiba-tiba. Dengan ditandai seperti rasa persekutuan dengan Tuhan turun dari sanubari menuju ke jantung yang bertempat dalam Qalbu dan biasanya hanya terasa sebentar saja, kemudian hilang. Apabila orang sudah mencapai pada tingkatan seperti ini maka akan timbul kemampuan-kemampuan untuk melakukan hal yang luar biasa baik secara rohani maupaun jasmaninya.[6]
Hidup berilmu kita juga mengenal meditasi dan renungan yang merupakan penyerahan diri. Dalam renungan ini yang terpenting bukan pensucian pikiran tetapi mengosingkan pemikiran. Tanpa ada pengosongan pikiran dari persoalan dunia tidak mungkin bisa mencapai taraf tersebut. Dalam tehnik ini lebih mementingkan perhatian-perhatian baru yang masuk dalam pikiran bukannya mengontrol atas pikiran.[7] Bahan-bahan yang digunakan dalam renungan disini harus tumbuh disekitar lingkungan dan tidak bisa dicari dalam buku-buku. Melainkan bahan-bahan yang tumbuh dari jiwa manusia dan merupakan meditasi yang kita sajikan kepada diri kita sendiri adalah karwuh, tetapi bahan renungan yang mengada sendiri adalah kejadian disekitar alam yakni ilmu. Dalam sumarah dan sumeleh merupakan suatu usaha, tetapi berlakunya sumarah dan sumeleh dalam diri manusia adalah karunia.
C.    Penutup
Sumarah merupakan sikap penyerahan diri atau bisa dikatakan bersifat sabar. Sabar yang kuat imannya, luas pengetahuannya, tidak picik pikirannya dan pandangannya, sehingga layak untuk dijadikan samudera pengetahuan. Dia tidak lagi membedakan antara emas dan tahan liat (kencana dan wingka), kawan dan lawan diangga sama saja. Diibaratkan sebagai samudera karena muat untuk di isi dari semua aliran sungai dari yang pahit sekali rasanya yang hanya kuat diminum oleh orang yang kokoh pribadinya, tetapi itu akan membuat diri manusia menjadi kuat.[8]


Daftar Pustaka

Romdon, MA , Tasawuf dan Aliran Kebatinan ( Perbandingan antara Aspek – Aspek Mistisisme Islam dengan Aspek – Aspek Mistisisme Jawa), (Yogyakarta : LESFI, 1995),
Rahmat   Subagya,    Kepercayaan    Kebatianan   Kerohanian   Kejiwaan   Dan   Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1993),
Tanpoaran, Sangkan Paraning Dumadi
Purwadi, Tasawuf Jawa. (Yogyakarta:Narasi, 2003).


SUMARAH DAN SUMELEH


logo iain.JPG


Dosen pengampu : Dr. Wardoyo, M. Ag
ARIF SETIAWAN : 26. 09. 4.2. 007
AWANG YULIAS SUPARDI: 26.09.4.2.008
HASNA MASITA AMALIA: 26.09.4.2.011
SITI MUNIRATUN NA’IM: 26.09.4.2.024

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2011


[1] Romdon, MA , Tasawuf dan Aliran Kebatinan ( Perbandingan antara Aspek – Aspek Mistisisme Islam dengan Aspek – Aspek Mistisisme Jawa), (Yogyakarta : LESFI, 1995), h : 110 - 111
[2] Ibid, h : 111- 113
[3] Rahmat   Subagya,    Kepercayaan    Kebatianan   Kerohanian   Kejiwaan   Dan   Agama
(Yogyakarta: Kanisius, 1993), 44

[4] Tanpoaran, Sangkan Paraning Dumadi, h. 95
[5] Ibid, h. 98
[6] Tasawuf dan Aliran Kebatinan. h. 127
[7] Sangkan Paraning Dumadi, h. 105
[8] Purwadi, Tasawuf Jawa. (Yogyakarta:Narasi, 2003). h.145